Selasa, 07 Desember 2010

Kitab (kisah tentang Ibu) Rahasia

Rahasia

Seorang wanita tersender di pojok restoran dalam kondisi darah yang mengucur deras dari kepalanya.
            “Ma…”
            Seorang laki-laki tiba-tiba masuk ke dalam restoran.

            “Apakah dia!!!!”
            Laki-laki berwajah petak itu  mengepalkan tangannya yang telah berlumuran darah. Wajahnya menyeringai hendak menghantam seorang laki-laki yang sejak tadi tergeletak tak sadarkan diri dengan sebuah luka tembak di kepalanya. Tetapi, langkahnya terhenti oleh tahanan tangan ibunya.

            “Dia suudddah maaattti. Dia..lah ayahmu..”
            Nafasnya sudah tidak teratur lagi..

            ”Ma....”
            Bagaikan disambar petir laki-laki itu mengetahui jati diri ayahnya yang selama ini tertutup rapat.

            ”Maaf, mama menyayangimu...”
            Wanita itu menghembuskan nafas terakhirnya dengan sebutir air mata penyesalan.


Kitab (Kisah Tentang Ibu) kribo

Kribo

“Mak, upik sudah capek diledek kribo.”

Upik merengek di pelukan Emaknya.

“Sabarlah Nak…”

Emak berusaha menenangkan Upik.

Keesokan siangnya dalam perjalanan pulang sekolah, pandangan upik tertuju pada seorang badut yang berlari ketakutan setelah diganggu sekelompok anak nakal. Karena tersandung batu, badut tersebut terjatuh sehingga sarung kepalanya terlepas. Mata upik terbelalak melihat rupa asli sang badut kemudian ia segera membantunya. Air mata Upik jatuh begitu saja ketika melihat luka-luka kecil yang tergores pada kedua tangan dan lututnya.

“Pik, Jangan menagis lagi. Ini uang untuk rebonding rambut kamu di salon.”

Badut itu mengelus rambut kribo anaknya dengan penuh kasih.




Kisah Tentang ibu: Memori

Memori

Laki-laki itu duduk di depan perapian menatap ibunya yang hanya diam memandang ke luar jendela sejak tiga bulan kedatangannya ke Boston.

“Salju..Salju..” Wanita yang mendeita Alzheimer itu tiba-tiba saja berteriak kegirangan melihat kapas-kapas putih yang mulai jatuh di awal musim dingin. Ia segera berlari keluar kemudian bermain di dalamnya.

“Salju yang turun di Kota Boston enam puluh tahun yang lalu. Aku menyukainya”, wanita itu menagkap setiap salju yang jatuh dengan kedua tangannya.

"Gunawan anakku, cepat keluar.."

“Ibu, kau bisa mengenaliku...” teriak Gunawan dengan mata berkaca-kaca. Tanpa menunggu waktu yang lama, Gunawan langsung berlari memeluk ibunya.

”Ibu, aku sangat menyayangimu....”

Kitab (Kisah Tentang Ibu) Ketulusan

Ketulusan

Pantulan sinar bulan masih menerangi fajar, sedangkan bintang telah hilang bersamaan dengan bumi yang selalu berputar pada orbitnya. Seperti biasa, seusai mendirikan sholat shubuh, Wanita itu pergi mengambil air di sumber mata air terdekat dari rumahnya yang terletak pada dataran yang lebih rendah. Di atas tanah yang kering, wanita itu menyusuri padang ilalang sejauh tiga kilometer dengan membawa dua buah dirigen 20 liter. Sebuah dirigen ditaruh di atas kepala, sedangkan yang lainnya ia jinjing dengan sebelah tangan. Angin fajar bersemilir sejuk menusuk tulang-tulang tubuhnya yang menonjol. Demi kebutuhan hidup ketiga anaknya yang masih bersekolah, ia melakukannya dengan tulus kebahagiaan.

Nissa: "Cinta ini untukmu" ****part six****

  Nissa segera berjalan mencari mesjid terdekat agar ia bisa sholat Zhuhur secepatnya. Dia ingat kalau di jalan Sultan Thaha jalan belakang taman air tempatnya beristirahat tadi. Dia melewati taman itu kembali untuk menuju jalan Sultan Thaha. Mesjid Furqan, mesjid tua yang selalu ramai dikunjungi. Di seputaran pagar mesjid ada banyak pedagang kaki lima menjajakan buku-buku islam dan baju-baju muslim. Suasananya seperti Mesjid Agung Palembang. Ini pertama kalinya Nissa sholat di mesjid ini. Dilihatnya seorang anak kecil berumur sekitar sepeuluh tahun mengintai sorang bapak yang baru saja keluar dari mesjid. Anak itu pura-pura terjatuh di hadapan bapak yang baru saja memakai sendalnya. Mlihat peristiwa itu, bapak pun menolog anak itu untuk berdiri dan saat itulah seorang temannya yang lain dengan sigap mengambil dompet yang terletak di celana bapak itu. Setelah melihat kejadian itu, Nissa segera mengejar anak laki-laki yang telah mencuri apalagi ternyata bapak itu belum juga menyadari dompertnya telah dicuri karena ternyata anak yang terjatuh itu menagalami luka di lututnya sehingga bapak itu terfokus membaersihkan luka anak tersebut. Dua langkah lagi nissa bisa meraih tangan anak itu, dipercepat larinya dan akhirnya dia bisa meraih anak itu kemudian ditahannya dengan sangat kuat.
            “Dek, serahkan dompet bapak tadi kalau tidak aku akan membawamu ke pos polisi”, Nissa menggertak anak itu.
            “Jangan mbak, ampun, saya lapar”, Anak kecil itu ketakutan sekali ketika Nissa berniat membawanya ke ps polisi/
            “Kamu lapar, seharusnya makan, bukannya mencuri”, Nissa segera mengambil kembali dompet yang dicurinya dan membawanya menuju bapak tadi. Tangan anak itu gemetar dan terasa dingin, mungkin ini pertama kalinya diamelakukan perbuatan seperti ini. Itu lebih baik sehingga setelah mendapatkan pelajaran hari ini, mereka tak akan mengulangi perbuatan ini lagi. Bapak itu masih saja membersihkan luka pada lutut anak yang terjatuh tadi. Kelihatannya anak itu terjatuh cukup kuat sehingga mengeluarkan banyak darah.
            “Ahmad, kamu terluka. Apakah sakit?” anak laki-laki yang mencuri tadi panik sekali ketika melihat temannya terluka. Dia langsung mengambil alih  bapak tadi untuk membersihkan luka. Kemudian anak itu menarik temannya yang bernama gandi dan membawanya lari menjauh dari Nissa dan bapak yang sempat ia curi dompetnya. Ketika telah keluar dari mesjid anak laki-laki itu berbalik arah dan menatap wajah Nissa dari jauh dengan mata yang berkaca-kaca kemudian dia merapatkan kedua tangannya menandakan permintaan maaf. Anak itu terlihat menyesal sekali. Setelah memberikan kode meminta maaf, anak itu segera berlari dan kali ini dengan menggendong temannya yang terluka karena temannya itu tak sanggup lagi berjalan.
            Bapak itu menjadi sedikit bingung dengan kejadian yang baru saja terjadi. Ia pun menyadarinya setelah Nissa mengembalikan dompetnya. Beberapa saat saling melihat mereka berdua pun saling tersenyum.
            “Nissa”, bapak itu terlihat akrab kepada Nissa.
            “Pak Haryanto”, Nissa membalasnya dengan sangat ramah. Nissa tak menduga kalau bapak itu adalah pak Haryanto. Sejak peristiwa awal tadi, Nissa memang tak bisa melihat wajah bapak itu sejak tadi.
            “Tak disangka kita bertemu kembali di tempat seperti ini. Terima kasih ya nak. Saya harus segea pergi sekarang. Semoga kita bisa bertemu lagi lain wakutu”, Pak Haryanto memasukkan kembali dompetnya ke dalam kantong celana dan berbalik badan menuju mobilnya. Nissa bisa melihat postur tubuhnya yang masih tegap walaupun sudah berumur lima puluh tahuna. Nissa menuju tempat Wudhu wanita kemudian memasuki mesjid untuk mendirikan sholat Zhuhur. Sebelumnya didahului dengan empat raka’at sholat sunah sebelum shalat Zhuhur dan empat raka’at sesudahnya. Seperti dari Ummu Habibah RA, ia bercerita; bahwa Rasulullah pernah bersabda:
“Barangsiapa shalat sunnah empat raka’st sebelum shalat Zhuhur dan empat raka’at sesudahnya, maka Allah akan mengharamkan dagingnya dari sentuhan api neraka.” (HR. Ahmad, At-Tiremidzi, Ibnu Majah, Abu Dawud dan Baihaqi)
Ada juga hadits yang mengatakan shalat sunnah Zhuhur itu ada enam raka’at, sebagaimana disebutkan hadits dari Abdullah bin Syafiq, ia berkata:
“Aku pernah bertanya kepada Aisyah tentang shalat Rasulullah, maka ia menjawab: Beliau mengerjakan shalat sunnah sebelum shalat Zhuhur empat raka’at dan dua rakaiat sesudahnya.” (HR. Muslim)
Ada juga riwayat yang menyebutkan, bahwa shalat sunnah Zhuhur ini ada empat raka’at. Hal itu didasarkan pada hadits dari Ibnu Umar RA, ia berkata:

“Bahwa shalat Rasulullah itu tidak pernah meninggalkan dua raka’at sebelum shalat Zhuhur, dua raka’at sesudahnya, dua raka’at setelah setelah Maghrib, dua raka’at setelah Isya dan dua raka’at sebelun shalat Subuh.” (HR. Ahmad dengan sanad jayyid)

          Hendaklah wanita Muslimah tidak pernah menentang shalat yang dikerjakan Rasulullah. Insya Allah, semuanya itu diperbolehkan. Terkadang Rasulullah mengerjakan dua raka’at dan terkadang empat raka’at. Ada pendapat yang mengatakan, bahwa beliau memperpendek shalat sunnah di mesjid yaitu hanya dua raka’at. Sedang di rumah beliau senantiasa mengerjakan empat raka’at.
          Pada kesempatan yang lain, beliau juga pernah mengerjakan dua raka’at di rumah, lalu berangkat ke mesjid dan mengerjakan dua raka’at. Karena itu, mungkin Ibnu Umar hanya melihat beliau mengerjakan dua raka’at di mesjid, akan tetapi tidak melihat beliau mengerjakan dua raka’at di rumah beliau. Sementara Aisyah pernah menyaksikan keduanya, di masjid maupun di rumah.
          Apabila wanita Muslimah mengerjakan shalat sunnah Zhuhur empat raka’at, maka ia diperbolehkan mengerjakannya dengan satu salam. Akan tetapi, yang lebih afdhal adalah setiap dua raka’at diakhiri dengan salam.*
Nissa selalu mengingat setiap ilmu yang ia dapat, apalagi ilmu agama yang merupakan dasar kehidupannya. Setiap ilmu itu diusahakan untuk di laksanakan. Karena ilmu yang ada tidak akan bermanfaat jika tidak diamalkan. Shalat merupakan salah satu rukun islam yang menduduki urutan kedua setelah syahadat. Secara etimologis, shalat berarti doa, sebagaimana difirmankan Allah SWT:

“Berdoalah untuk mereka, karena sesungguhnya doa kalian itu menjadikan ketentraman bagi jiwa mereka.” (At-Taubah: 103)

           Shalat lima waktu mampu membawa pelakunya berbuat adil dan mensucikan serta mendekatkan diri kepada Allah SWT, sebagai upaya mempersiapkan diri menghadapi kiamat kelak. Sebagaimana shalat juga mencegah pelakunya dari perbuatan keji dan mungkar. Dalam hal ini Allah berfirman:
“Dan dirikanlah shalat, sesungguhnya shalat itu mencegah pebuatan keji dan mungkar.” (Al-Ankabut: 45)
            Nissa selesai mendirikan shalat  dan memanjatkan beberapa doa, tiba-tiba saja ia teringat dengan wanita lusuh dan anak kecil yang mencuri tadi. Ia berpikir apakah mereka memiliki tempat tinggal dan tatapan mata anak kecil yang berkaca-kaca penuh penyesalan tadi sangat mengganggu pikirannya.

Seharusnya aku memberinya sedikit uang bukan malah membiarkannya pergi.Mungkin dia belum makan dan sangat kelaparan seperti wanita lusuh itu. Aku tadi begitu membenci sifat pelayan yang memaki wanita lusuh itu, namun aku sendiri telah menyakiti perasaan dua anak kecil itu. Ya Allah, jika aku dipertemukan dengan mereka kembali maka aku akan memperbaiki sikapku tgerhadap mereka.

        Nissa keluar dari mesjid dan hujan turun rintik-rintik. Para pedagang kaki lima mulai menutupi dagangan mereka dengan menggunakan atap plastik. Dalam perjalanannya mencari angkot, Handphonenya berbunyi.
            “Assalamu’aklaikum ma”, Nissa menyapa salam pada wanita yang sedang menelponya itu.
            “A’laikumsalam . Tew, mama dan papa pergi ke Medan seminggu ya nak. Barusan papa kamu mendapat telepon seorang teman kuliahnya dulu meninggal pagi ini. Mama tadi mau menelpon kamu agar segera pulang, tapi lupa karena sibuk mesan tiket berangkat. Gimana, kamu gak papa sayang. Mama dan papa sudah di bandara sekarang.” Mama menyampaikan berita mengejutkan itu dengan sedikit perasaan bersalah.
            “Apa ma, pergi ke Medan seminggu? Nissa sendirian di rumah?” Nissa seolah tak percaya dengan apa yang didengarnya.
            “Iya tew, siapa yang bisa menduga kematian seseorang. Dia itu sahabat terdekat papamu. Mama sudah membelikan makanan dan semuanya ada di kulkas. Seminggu saja, setelah itu kami segera pulang. O, ya tew, bunga mama jangan lupa disirima setiap pagi dan sore. Papa kamu juga pesan agar Ayamnya diberi makan tepat waktu. Tadi sudah ada lima telur di kandang. Kamu lihat ya, ada ayam yang sedang ngeram. Kamu kan sudah dewasa, harap bisa dimengerti ya nak.” Mama menjelaskan secara rinci hal yang tak boeh ia lupakan.
            “Iya ma, mama dan papa hati-hati di jalan, setelah seminggu, segera pulang. Jangan lama-lama di Medan. Nissa gak mau liburan sendirian di rumah”:, Nissa berusaha menjadi anak baik dan mengerti dengan agenda mendadak seperti ini.
            “Kamu memang anak baik. Hati-hati di rumah juga. Kami segera pulang setelah satu Minggu.” Wanita yang hanya terdengar suaranya saat ini segera menutup ponselnya.
            Pikiran Nissa berputar-putar memikirkan waktu seminggu yang akan ia habiskan sendiri di rumah. Hujan semakin deras, namun Nissa tidak membawa payung dan jalan menuju halte masih jauh. Nissa pun berlari dan mengangkat tangannya untuk menutup kepalanya dari hujan. Petir sudag muai bersahut-sahutan dan angin berhembus dengan kencang. Suasana siang itu mendadak gelap sekali. Tiba-tiba, ada sorang yang memanggil dan menghampirinya.
            “kak, Tunggu. Kalau hujan harus menggunakan payung. Kalau tidak kakak bisa demam.” Nissa sangat terkejut karena suara itu berasal dari anak kecil yang tadi mencuri dompet pak Haryanto.
            “Kamu, terima kasih ya. Teman kamu yang tadi terluka mana?” Nissa seakan bersyukur karena dipertemukan kembali dengan mereka.
            “Ahmad, dia adikku dan sejkarang di rumah. Saat ini saya ingin membeli makanan untuknya. Sebelumnya saya harus bekerja dulu untuk mendapatkan uang. Kebetulan sekali hujan dan kami mempunyai dua buah payung peninggalan mama di rumah. Ojek payung halal kakn kak?” Anak itu menatap wajah Nissa seolah mengingatkan kejadian beberapa saat lalu di mesjid Furqan. Nissa tersenyum dan berjalan berdampingan dengan anak itu.
            “Ibu kalian sudah meninggal? Sekarang kalian tinggal bersama siapa?” Nissa semakin tersentuh dengan nasib anak itu.
            “Kami yatim piatu kak. Sejak dua tahun lalu kami hanya tinggal berdua.” Anak itu menjelaskan
            “Berapa umurmu sekarang? Apa masih sekolah?” Nissa mengamati anak itu dan mencoba ikut merasakan penderitaan anak itu.
            “Aku berusia dua belas tahun dan adikku delapan tahun. Kami masih sekolah, aku kelas satu SMP sementara adikku kelas tiga SD. Untungnya, setelah ibu meninggal pemerintah sudah mengadakan program BOS jadi kami bisa bersekolah. Aku ingin merubah nasibku kak. Orang miskin seperti kami juga ingin maju dan menikmati hidup. “ Anak itu sungguh hebat dan mebuat Nissa terenyuh mendengarkannya. Nissa masuk ke sebuah rumah makan masakan padang yang ada dihadapannya sekarang. Dia memesan dua bungkus nasi dan diberikannya kepada anak itu. Anak itu sedikit terkejut dan kemudian menerimanya dengan tersenyum.
            “Terima kasih kak. Aku jadi sangat malu karena pertemuan pertama kita kau melihat aku mencuri”, anak itu menundukkan kepalanya.
            “Tidak apa-apa. Kau adalah anak yang hebat. Mungkin jika aku dalam kondisi sepertimu tidak akan bertahan selama dua tahun. Makanan ini untuk kamu dan adikmu. Rajinlah bersekolah dan jangan ulangi lagi perbuatan mencuri. Allah sudah memberikan rizki kepada setiap mahluknya dan kau harus berusaha mencarinya dengan cara yang halal. Sekarang pulanglah, adikimu pasti sangat ketakutan sendirian di hari hujan seperti ini. Payung ini untuk kakak saja. Anggap saja uang ini untuk membelinya” Nissa membarikan sedikit uang kepada anak itu.
            “Terima kasih kak.” Mata anak itu kembali berkaca-kaca dan mencium tangan Nissa kemudian berlari pulang untuk melihat adiknya yang pastinya masih kesakitan di rumah.
            “Anak kecil, tunggu. Siapa namamu?” Nissa seakan sadar ia belum mengetahui nama anak kecil itu.
            “Hasan kak, nama kakak siapa?” Anak itu balik bertanya.
            “Nissa, adik kecil. Kau bisa memanggilku kak Nissa”. Nissa melambaikan tangannya.
            “Assalamu’alaikum kak Nissa.” Anak itu meberikan salam kepada Nissa dan kembali berlari melawan hujan tanpa menggunakan payungnya. Kelihatan sekali dia sangat senang dan diungkapkan dengan menikmati hujan.
            “A’laikumsalam.” Nissa sangat senang karena hari ini dia bisa berbuat baik kepada dua orang anak yatim-piatu. Nissa kembali melanjutkan perjalanannya mencari sebuah halte untuk menunggu angkot  yang menuju rumahnya. Petir tidak lagi bersahutan dan angin kencang pun mulai menghilang. Namun, hujan masih turun sangat lebat. Tak ada motor yang berani melaju pada kondisi seperti ini. Semua orang berteduh sementara di dalam toko-toko kecil. Nissa pun akhirnya menemukan sebuah halte. Dia merasa sedikit heran karena semua orang yang berada di sana memandang sinis meuju ke satu arah. Nissa pun mencari sumber yang membuat mereka bersikap seperti itu. Matanya pun ikut tertuju kepada seorang wanita lusuh yang sedang berdiri di sebuah jalan raya memandang ke sebuah kafe yang berada di depannya. Dia terus berdiri di sana seakan tak perduli dengan hujan yang membasahinya dan kendaraan-kendaraan yang berlalu-lintas bisa saja menabraknya apalagi dalam hujan seperti ini pandangan pengemudi biasanya kabur. Tak ada polisi yang mengamankannya, sepertinya semua polisi ikut merayakan tahun baru sehingga tidak ada seorangpun yang bertugas hari ini. Para pengemudi yang merasa sangat terganggu dengan kehadiran wanita lusuh itu karena harus berhenti ataupun mengelakkan kendaraannya berkali-berkali memaki wanita lusuh itu dengan sebutan “Dasar Gila”. Bahkan ada yang mencolek, menyembur, sampai-sampai menghujatnya dengan kata-kata kotor. Melihat hal itu, Nissa segera menuju ke tempat wanita itu dan memayunginya karena pasti wanita itu sangat kedinginan sekali bermenit-menit berdiri di bawah hujan.
            “Mbak, kenapa berdiri di sini. Mbak sedang melihat apa? Nissa mencoba mengajaknya menuju ke tepi jalan.
            “Wanita itu hanya diam sambil melihat ke arah dua orang laki-laki yang berada di dalam kafe. Namun, wajah mereka tidak kelihatan dengan jelas dari arah luar. Wanita itu melihat ke arah Nissa dan kemudian perlahan-lahan berjalan ke tepi jalan raya. Sepertinya wanita itu mulai berbalik berjalan menuju halte untuk segera berteduh. Sepertinya wanita itu mulai menyadari kalau keberadaannya di tengah jalan raya telah mengaggu banyak orang. Nissa terus memayungi wanita itu. Ketika mereka tiba di halte, semua orang menutupi hidung mereka masing-masing dan memasang wajah sinis seakan mereka tak mau menerima kehadiran wanita itu. Wanita itu pun kemudian kembali berjalan melangkahkan kakinya sambil menundukkan kepala.
            “Mbak, apa punya tempat tinggal? Sekarang mbak mau kemana?” Nissa kembali bertanya dan terus memayungi wanita itu. Mendengar kata-kata Nissa wanita itu berhenti dan menjauh dari naungan payung gadis yang baru dikenalnya itu.
            “Bukankah tadi aku bilang kita berpisah saja saat di restoran itu. Kenapa kamu masih mengikuti saya? Kita tidak saling kenal sehingga tidak berhak untuk mengetahui urusan masing-masing.” Wanita itu sepertinya tidak biasa menerima kebaikan dari orang lain.
            “Mbak, aku tidak pernah mengikuti mbak. Semua yang terjadi ini hanya kebetulan. Aku juga tidak mengerti, tapi aku merasa mbak bukan wanita jalanan biasa. Apakah aku salah jika ingin berbuat baik kepadamu.” Nissa sangat yakin kalau wanita lusuh yang ia kenal ini tidak seperti yang lainnya. Ia memiliki pengetahuan yang tidak mungkin dimiliki oleh orang yang tidak berpendidikan.
            “Begini saja, mbak ikut aku pulang ke rumahku. Di rumahku mbak bisa mandi, membersihkan diri mbak dan beristirahat lebih layak. Apa mbak tidak menyadari semua orang yang berada di sekitar mbak menutup hidung mereka karena mbak seperti orang yang tidak pernah mandi.” Nissa tak tahu, tiba-tiba saja ia berani menawarkan rumahnya kepada orang yang baru ia kenal. Wanita itu masih tidak menggubris omongan Nissa dan terus berjalan tanpa tujuan.
            “Mbak, aku sendirian di rumah karena kedua orang tuaku sedang pergi ke luar kota. Jadi kamu bisa menemaniku. Aku takut tinggal di rumah sendiri. Di daerah rumahku sekarang sedang banyak beredar perampok tengah malam. Apa kau tidak mau menemaniku?” Nissa semakin tidak mengerti dengan kebraniannya mengajak orang asing menginap di rumahnya.
            “Apa kamu mempercayai orang asing sepertiku?” Wanita itu menghentikan langkah kakinya dan berbalik menatap seakan tak percaya dengan tawaran Nissa kepadanya.
            “Iya mbak, aku mempunyai feeling baik terhadap mbak. Bagaimana, apa mbak mau menginap di rumahku?” Nissa kembali bertanya.

            “Baiklah, saya menerimanya karena kamu sangat menginginkannya.” Wanita itu akhirnya setuju beristirahat di rumah gadisa muda itu. Apalagi dia memang sudah dua miggu tidak mandi dan hidup dengan layak. Mendengar jawaban wanita itu Nissapun tersenyum dan menghentikan sebuah taksi yang lewat di jalan itu. Nissa berpikir dua kali jika harus naik angkot bersama wanita ini. Bisa-bisa semua orang akan merasa sangat terganggu dan naik taksi sepertinya akan lebih baik.

***********

            Sebenarnya apa yang dilihat wanita lusuh itu di dalam sebuah kafe. Dua orang laki-laki yang wajahnya terlihat kabur tadi. Siapakah mereka berdua. Mari kita putar kejadian sejak wanita itu berpisah dari Nissa di retoran Taman Sungai Btanghari. Saat itu hujan belum turun dan cuaca masih bersinang terang. Wanita itu tiba-tiba saja ingin mengetahui berita hari ini setelah bertemu dengan seorang laki-laki muda yang mengetahu namanya Farah Reza, yang berati dia juga mengenal suamiku. Terutama setelah mengetahui bahwa laki-laki itu adalah Rian Mubarak Alfarisi, salah satu anak Rizal Suryadiningrat, ternyata dia seorang anaknya yang mangambil kuliah arsitektur dan tak disangka bisas merancang restoran itu sangat imajinatif. Wanita itu akhirnya menuju ke tempat pedagang kaki lima dan membaca sebuah koran.
            “Kamu bau sekali, cepat manjauh dari sini. Kamu bisa mebuat daganganku tidak laris. Ambil saja koran itu tapi cepat pergi dari sini” Pedagang kaki lima itu menghardik wanita itu. Mendengar makiannya wanita itu menatapnya tajam kemudian pergi menjauh. Tepat di pojok sebuah kafe, dia mulai membaca koran dan mencari berita yang ia inginkan. Dia mulai membaca halaman utama dan yang menjadi berita utama adalah berita mengenai HF Store.

HF Store, hari ini akan dipimpin Oleh Billy Haryanto Putra. Lalu bagaimana dengan kepemilikan sahamnya?
            1 Januari 2011, kepemimpinan HF Store akan diserahkan kepada Billy Haryanto Putra. Keputusan mendadak ini telah dibicarakan sebelumnya oleh tiga pemilik saham HF Store saat ini, yaitu Haryanto Putra sebesar 50%,  Lily Suryadiningrat sebesar 30%, dan 20%  milik Bayu Reza. Billy yang baru saja tamat dari sebuah universitas di Jakarta dipercayai memipin jalannya HF Store yang akhir-akhir ini memiliki banyak masalah dan diancam kebangkrutannya. Berita peralihan kepemimpinan ini telah beredar di masyarakat dan mereka sangat menanti dengan kebangkitan kembali HF Store seperti pada tahun 90-an.. (bersambung ke halaman 17)
Ketika hendak menuju halaman tujuh belas, wanita itu tertarik dengan sebuah berita yang berada di pojok halaman utama.


Bayu Reza akan mendirikan sebuah vila di salah satu sudut provinsi Jambi
            Tak ada yang pernah menduga, perkembangan Bayu Reza sangat pesat. Setelah berita kepemilikan HF Store sebanyak 15% akibat hutang perusahaan itu yang telah jatuh tempo, Bayu reza dikabarkan akan segera mendirikan sebuah Vila di salah satu sudut provinsi Jambi yang tempatnya masih dirahasiakan hingga sekarang. Kabarnya, biaya untuk mendirikan vila ini cukup besar senilai puluhan milyar rupiah. Arsitek yang akan digaet pun adalah Rian Mubarak Alfarisi, seorang arsitek lulusan salah satu universitas di Inggris yang terkenal setelah berhasil merancang Restoran Jambi 100% Indonesia yang sangat fenomena. Di balik kesuksesannya, tak ada yang banyak mengetahui kehidupan pribadinya. Berita kematian anak laki-lakinya yang berusia tujuh tahun yang kemudian berlanjut dengan kepergian istrinya setahun yang lalu belum terungkap. Tak ada yang berhasil mendapatkan berita tersebut karena kehidupan pribadi Bayu Reza yang sangat tertutup demi menjaga sebuah keprofesionalan kerja, begitulah prinsip salah seorang pengusaha yang saat ini sedang naik daun. (FKR)
            Setelah membaca berita mengenai Bayu Reza, wanita itu seakan teringat dengan masa lalunya. Betapa pahitnya dia harus menerima kematian satu-satunya anak yang ia miliki dan harus meninggalkan suaminya demi menghilangkan rasa bersalahnya. Ia pun terduduk di pojok kafe itu. Tak beberapa lama kemudian sebuah mobil melintas dan parkir di halaman kafe. Mobil itu sangat ia kenal. Mobil itu mirip sekali dengan mobil kenangannya. Sebuah Toyota Corola generasi kedelapan AE112,  mobil yang ia beli bersama suaminya dengan uang hasil usaha kecil rintisan mereka sebagai pusat agen perumahan yang kemudian mereka berhasil membangun perusahaan sendiri berkat kegigihan suaminya. Tahun 1995, merupakan tahun awal kesuksesan mereka. Keyakinan wanita itu terbukti, setelah seorang laki-laki yang kelihatannya seusia dengan wanita itu keluar dari mobil tersebut. Laki-laki berkumis yang perawakannya seperti seorang keturunan Jawa. Laki-laki itu segera masuk ke dalam sebuah kafe dan tidak melihat kalau ada seorang yang sangat ia kenal di pojok kafe tersebut. Wanita itu tidak menyangka bisa melihat laki-laki itu kembali di kota ini yang sama sekali tidak menyimpan kisah kenangan diantara mereka. Tak beberapa lama kemudian sebuah mobil yang jauh lebih modern dibandingkan mobil sebelumnya parkir di sebelah mobil tersebut. Laki-laki itu adalah Rian, seorang arsitek muda kreatif yang tadi mentraktir wanita itu makan siang di restoran penuh kreasi. Mereka duduk di meja yang sama. Wanita itu masih ingin melihat laki-laki berkumis tadi. Ia pun segera berdiri dan mendekati mobil yang penuh kenangan itu. Dia masih tak dapat melihat laki-laki itu karena tertutupi sebuah pola gelap sebagian kaca kafe. Ia pun mundur ke belakang hingga ia bisa melihat laki-laki yang berada di dalam kafe tersebut. Akhirnya, ia bisa melihatnya tepat di pertengahan jalan Raya. Namun, ia hanya bisa melihat bagian belakang kepalanya karena laki-laki itu duduk bertolak-belakang terhadap kaca depan kafe. Tak terasa hujan turun rintik-rintik dan semakin lama semakin deras. Wanita itu tak menyadari perubahan cuaca yang terjadi dan lalu-lintas yang kacau karena keberadaannya. Pandangan dan pikirannya tetap terfokus kepada seorang laki-laki yang sangat ia kenal. Tak menyadari telah berapa banyak pengemudi kendaraan yang memakinya hingga seorang gadis muda berdiri di sampingnya dan memayunginya.
            Cerita di atas adalah yang dialami wanita lusuh itu setelah berpisah dengan Nissa. Lalu bagaimana dengan Rian, laki-laki yang masuk ke sebuah kafe bersama seorang laki-laki lain yang ternyata sangat dikenal wanita lusuh itu. Sepertinya bagian cerita di dalam merupakan salah satu cerita penting dalam cerita ini. Sekarang kita mencoba sedikit memanjangkan telinga kita berusaha mendengar apa yang dibicarakan kedua laki-laki tersebut. Tepat setelah Rian memasuki kafe itu dan duduk di meja laki-laki berkumis itu. Setelah beberapa saat Rian duduk, percakapanpun dimulai.
            “Rian, bagaimana dengan rencana hubungan kerja kita kemarin. Tentunya kamu sudah memikirkannya. Apa kamu bersedia?” Laki-laki itu langsung menuju ke inti pembicaraan yang ia inginkan.
            “Saya belum bisa memberikan keputusan sebelum melihat lokasi tempat tersebut terlebih dahulu”, Rian menjawab pertanyaan laki-laki itu dan kemudian tak sengaja melihat seorang wanita lusuh berdiri di tengah jalan raya sedang melihat mereka. Ia sangat mengetahui alasan wanita itu memandangi mereka.
            “Kalau masalah itu, saya bisa mengajak kamu Sabtu ini ke lokasi. Bagaimana?” Laki-laki itu memberikan solusi kepada Rian. Rian tak segera memberi tanggapan kepada laki-laki itu karena pandangannya masih berarah kepada seorang wanita lusuh yang berada di luar dan hujan tiba-tiba saja turun sangat lebat. Ia ingin sekali menolongnya, namun ia sadar saat ini sedang dalam situasi yang tidak memungkinkan.
            “Rian, apa kamu masih mendengar saya?” laki-laki berkumis itu menyadari ketidakfokusan Rian.
            “Iya, coba ulangi lagi pak Bayu”, Rian kembali fokus ke situasinya saat ini setelah melihat kehadiran seorang gadis muda yang segera memayungi wanita itu.
            “Sepertinya anda sedang melihat sesuatu yang sangat menarik di luar sana”, laki-laki itu membalikkan badannya. Ia hanya melihat hujan yang sangat lebat dan dua orang wanita sedang menyebrangi jalan raya tersebut. Hatinya sedikit bergetar melihat salah seorang dari mereka, ia seperti merasakan sesuatu yang sangat hangat.
            “Tidak apa-apa pak Bayu, Saya hanya menyukai hujan. Ibu saya melahirkan saya ketika suasana hujan lebat seperti ini. Dan ada banyak hal bahagia yang terjadi dalam hidup saya dalam suasana hujan”, Rian mencoba mengalihkan kecurigaan laki-laki itu.
            “O, iya, hujan memang sangat menarik bagi sebagian orang.  Namun, sayangnya saya sangat tidak menyukai hujan terutama dengan kilatan dan petir-petir temannya hujan”, laki-laki itu seakan teringat masa lalu yang tak ingin ia ingat lagi.

  Siang itu hujan turun dengan sangat lebat. menggambar Petir dan kilat bergantian menghiasi alam. Sebuah keluarga tengah bermain bersama. Terlihat sang anak sedang berkonsentrasi merakit mainan robot yang baru dibelikan orang tuanya itu. Tiba-tiba sebuah petir menggertakkan bumi dengan suara yang begitu kuat. Anak itu terkejut dan memegang dadanya yang tiba-tiba sakit sekali.
“Ayah, Bunda, dada Gilang sakit sekali”, anak itu memegang dadanya dan meringis kesakitan
            “Kamu kenapa nak. Kamu terkejut mendengar suara petir? Sang Bunda pun mengelus-elus dada anak itu.
            “Bunda”, anak itu terlihat sulit sekali bernafas. Matanya terlihat begitu tegang menahan sakit. Melihat hal tersebut, ibunya pun langsung memeluknya dengan sangat kuat. Sang ayah juga terlihat cemas sekali melihat kondisi anaknya itu. Anaknya memang menderita penyakit jantung bawaan sehingga kondisi jantungnya sangat lemah sekali dan sangat dihindarkan terhadap situasi yang bisa mengagetkan ataupun menekan emosinya. Tak beberapa lama kemudian anak kecil itu tersentak dan langsung memejamkan matanya.
            “Gilang kamu kenapa sayang, gilang, gilang sayang, GILLAAANGGG!!!!!”....

           Teriakan wanita itu membuyarkan lamunan laki-laki berkumis itu. Wajahnya terlihat mengucurkan keringat dan tangannya pun ikut gemetar.
            “Pak Bayu, anda baik-baik saja?” Rian menjadi sedikit khawatir terhadap apa yang sedang menimpa laki-laki yang berada di hadapannya itu.
            “Oh, saya baik-baik saja”, laki-laki itu menjawab dengan gugup sekali. “Baiklah, tadi saya mengatakan saya bisa mengajak kamu ke lokasi tersebut pada hari Sabtu. Bagaimana?” Laki-laki itu berusaha kembali untuk fokus kepada masalah yang sedang dibicarakan.
            “Baiklah pak, kebetulan sekali saya tidak punya agenda khusus pada hari Sabtu, jadi saya rasa saran pak Bayu sangat bagus.” Rian menyetujui solusi dari salah satu relasinya itu.
            “Baiklah, saya sangat senang jika bisa bekerja sama dengan arsitek jenius seperti anda”, Laki-laki itu memuji kehebatan Rian.
            “Terima kasih pak bayu. Apakah bapak bisa menjemput saya besok. Saya tidak mengetahui rute perjalanan menuju daerah itu.”
            “Oke baiklah kalau begitu Rian, saya akan menjemput kamu di rumah jam tujuh pagi”, Laki-laki itu lagi-lagi segera memberikan solusi untuk setiap hambatan yang membuatnya ragu untuk bekerja sama dengan perusahaannya.

            “Baiklah pak, kalau begitu saya pamit pulang sekarang”, Rian menghabiskan minuman yang dipesannya dan segera keluar dari kafe tersebut. Laki-laki berkumis itu kemudian menarik nafas sedalam-dalamnya kemudian menghembuskannya dengan kuat. Setelah itu ia merebahkan kepalanya di atas meja. Ingin sekali dia melepas bayangan masa lalu yang tadi menghampirinya itu. Dari luar, tepatnya dari tengah jalan raya, seperti posisi wanita lusuh beberapa saat yang lalu, Rian bisa melihat dengan jelas pandangan ke dalam kafe. Seorang laki-laki dengan kepalanya tertunduk di atas meja. Hanya saja, ia tak dapat melihat wajah laki-laki tersebut karena membelakangi kaca kafe. Wajar saja wanita itu begitu menyukai berada di tempat ini sampai-sampai lupa akan bahaya yang sedang ia hadapi.

****
           Udara malam dingin menyelimuti hangatnya tubuh manusia. Seorang laki-laki tengah sibuk membaca dokumen-dokumen yang masih setengah menumpuk. Masih tersisa tiga peremmpat paper tray dan sudah banyak informasi yang ia dapatkan. Ia lihat sebuah jam dinding Ferrari, salah satu tim lomba balap internasional Formula one. Jam sudah menunjukkan pukul 23.30. Dia pun berdiri sejenak dan sedikit melakukan gerakan-gerakan kecil untuk menahan rasa kantuknya. Sejauh ini sudah banyak informasi yang ia dapat mengenai HF Store. Ia sangat bangga bisa bekerja sangat efektif seperti malam ini. Ia berusaha memahami informasi-informasi yang sudah didapt dan mencoba menyimpulkannya.
            HF Store, sebuah perusahaan kecil dengan wilayah keuntungan yang kecil. Akan tetapi, perusahaan ini dimiliki oleh para pengusaha ternama secara bergiliran. Sebenarnya apa yang terjadi dengan perusahaan kecil ini. Kisah pergantian kepemilikan ini terjadi setelah pecahnya grup Suryadiningrat pada tahun 2002. Pada tahun itu perusahaan ini berubah nama menjadi Rizal Store dengan 30% milik Ny.Suryadinigrat dan 70% milik Rizal. Setelah kematian Rizal pada tahun 2004, kepemilikan HF Store diberikan kepada Rifki, putra sulungnya sebesar 35%, Rian, putra keduanya sebesar 20%, dan Rendi, putra bungsunya sebesar 15%. Rizal Store telah berubah nama menjadi HF Store yang tgelah dipimpin oleh Rifki Mubarak Alfarisi sejak tahun 2003. Pada Tahun 2009, kepemilikan saham Rian dijual kepada Rendi karena dikabarkan Rian telah menyerahkan semua urusan bisnis keluarga kepada kedua saudaranya. Ia hanya ingin bekerja pada bidangnya, yaitu sebagai seorang arsitek, terbukti dengan restoran Jambi 100% Indonesia. Pada tahun yang sama, Rifki menyerahkan kepemimpinan kepada Rendi, juga 20% sahamnya dibeli oleh Haryanto Putra. Sempat muncul kabar bahwa dana penjualan saham tersebut digunakan untuk  memulai usaha baru miliknya sendiri. Suatu yang mengejutkan terjadi pada tahun 2010 yang mana HF Store memilik banyak hutang yang telah jatuh tempo yang mengharuskan Rifki dan Rendi menjual sebagian saham mereka kepada perusahaan milik Bayu Reza dan sisanya kepada Haryanto untuk bisa menebus hutang-hutang tersebut.. Beberapa hari kemudian Rendi pun meninggal. HF Store saat ini kembali menjadi sebuah perusahaan kecil yang kepemilikannya berada ditangan pengusaha-pengusaha ternama. Akan tetapi, hanya tersisa Ny.Suryadiningrat sebagai pemilik murni perusahaan itu. Tak ada lagi embel-embel perusahaan milik keluarga Suryadiningrat.
            Billy masih terus menyimpulkan mengenai kondisi HF Store sebelum kepemimpinan berada pada dirinya. Ia teringat dengan sebuah proposal Children Fun City milik Rendi. Ia sangat tertarik sekali kemudian ia membuka laptopnya untuk mengirimkan sebuah pesan email untuk seseorang yang sangat ingin ia temui saat ini. Setelah ia mendapat balasan dari orang tersebut, ia langsung melihat keluar jendela memandangi terangnya lampu-lampu jalanan pada malam hari. Dari kamarnya, ia bisa melihat kota Jambi dengan pandangan luas karena kamarnya berada di lantai empat ruko milik ayahnya. Sebenarnya rumah keluarga Haryanto dan pusat perusahaan mereka terletak di Jakarta. Kesuksesan seorang Haryanto adalah seorang penjual bunga dan merupakan pemilik perusahaan perhiasan dengan penjualan terbesar di Indonesia. Cabang-cabang perusahaan mereka hampir tersebar di seluruh Indonesia, termasuk di Jambi. Kompleks ruko mereka sekitar 100m sepanjang jalan raya. Terdiri dari toko bunga, toko perhiasan, sebuah kafe kecil, dan terakhir ruko untuk tempat tinggal mereka jika berada di Jambi. Ini adalah kedua kalinya Billy berada di Jambi setelah lima tahun yang lalu pembukaan cabang perusahaan mereka di kota ini. Hujan besar yang turun sejak siang tadi telah reda menjadi rintik-rintik yang tetesannya masih terlihat membasahi alam di luar sana. Billy sangat menyukai hujan gerimis yang turun di malam hari. Ia pun keluar dari kamarnya dan turun menuju jalan dimana terdapat banyak lampu jalanan yang menjadi penerang sepanjang jalan kompleks rukonya.  Billy segera memilih sebuah lampu yang ia yakini paling terang kemudian ia berdiri di bawah lampu tersebut. Berdiri di bawah lampu jalanan pada saat hujan gerimis turun dimalam hari, menengadahkan kedua tangan menangkap biasan-biasan cahaya yang jatuh dan merasakan rintik-rintik hujan yang mengenai hampir seluruh bagian tubuh, seakan ia menggelitiki hati di yang tengah terbuai dalam romantisme lampu jalanan. Udara malam yang dingin seakan telah diselimuti oleh hangatnya cahaya lampu. Tiba-tiba terdengar sebuah alunan biola dengan irama lagu James Blunt Tears and Rain. Seakan dia baru tersadar dari dunianya, Billy bisa merasakan alunan itu adalah nyata dan berasal dari arah dekatnya. Alunan itu berasal dari seorang laki-laki yang sedang memainkan biolanya dari teras ruko lantai empat, tepatnya berasal dari teras kamarnya sendiri. Laki-laki itu selesai memainkan biolanya dan melihat Billy yang masih berada di bawah lampu jalanan dengan tersenyum. Melihat hal tersebut, Billy dengan cepat menyusul keberadaan laki-laki itu.
            “Kau memang anak ibumu, di saat hujan seperti ini dia melakukan hal yang sama denganmu, berdiri di bawah lampu jalanan berusaha mendapatkan biasan-biasan cahaya yang jatuh. Kemudian ayah memainkan biola untuk mengalihkan perhatiannya karena ayah tak ingin ia sakit berdiri lama di bawah hujan. Ia pun mendekat ke tempat ayah, sama seperti yang kau lakukan saat ini”,  laki-laki itu terlihat sedih mengingat masa lalunya.
            “Ayah, kau memainkan dengan sangat bagus sekali dan ibu saat itu juga pasti memujimu seperti aku saat ini”, Billy mengangkat kedua jempolnya sebagai pujian terhadasp ayahnya.
            “Ini biola untukmu sebagai ganti yang telah rusak kemarin. Semoga ini bisa mebuatmu bahagia di saat kamu sedih karena ayah sering mengecewakanmu. Anggaplah ini sebagai pelampiasannya agar kau jangan pernah membenci ayah”, laki-laki itu memberikan biola tersebut kepada anak satu-satunya.

            “Ayah, kau adalah hal paling berharga dan tidak bisa digantikan oleh apapun, termasuk sebuah biola sekalipun. Baiklah sekarang giliran ayah yang mendengarkan kehebatanku memainkan biola.” Billy kemudian memainkan sebuah lagu Canon D Violin. Alunan musik itu telah menyejukkan kembali dua hati ayah dan anak yang sering memanas.

            ******

              Udara malam yang dingin juga menyelimuti tidur seorang laki-laki yang sudah dua tahun hidup sendiri tanpa istri dan anaknya. Hari ini, ia kembali diingatkan kepada masa lalunya. Suara petir setahun yang lalu telah merenggut nyawa anaknya yang membuat istrinya pergi meninggalkannya. Ia kemudian membuka sebuah kotak yang selalu terletak di atas meja kerjanya. Dalam kotak tersebut terdapat sebuah surat yang sangat berharga sebagai kata perpisahan dari istri tercintanya. Surat tersebut kembali ia baca. Setiap malam dia selalu membaca surat itu hingga membuat ia ingat satiap kata yang tertulis. Hal ini dilakukannya agar ia selalu bisa mengingat wanita yang paling dicintainya.

Untuk laki-laki terbaik
            Kasihku, sudah atu satu Minggu sejak kematian Ardi, buah hati kita. Aku sungguh kesepian tanpanya. Aku tahu kau juga sedih jika mengingatnya. Maafkan aku yang mungkin tak bisa menjaganya sejak mengandung hingga membesarkannya. Aku membuat kebersamaan kita tak bisa mempunyai generasi penerus. Aku tak bisa memberikan kebahagiaan lagi. Aku tak bisa lagi memberikan seorang anak untukmu. Kau tentu masih ingat bahwa dokter melarangku untuk hamil kembali karena bisa membahayakan janin yang akan dikandung.
Aku sangat mencintaimu sepanjang kehidupan ini. Kau adalah laki-laki pertama yang membuatku tersenyum, bahagia, dan kita bersama berjuang memperoleh kesuksesan bersama. Merasakan hidup bersamamu adalah anugerah terindah yang itu sudah sangat cukup bagiku. Melihatmu bahagia adalah kebahagiaan terbesarku kasih. Oleh karena itu, aku ingin sekali melihatmu bahagia sepanjang hidupmu. Kebahagiaan itu tidak bisa lagi kuberikan jadi aku memutuskan untuk membiarkanmu sendiri dan memulai hidup baru bersama orang yang bisa memberikanmu kebahagiaan itu. Maafkan aku kasih. Sungguh aku aku sangat mencintaimu dan buah hati kita yang sudah bahagia di tempat yang berbeda. Makan dan tidurlah tepat waktu. Aku akan selalu mendoakan kebahagiaanmu dari jauh.

Farah Gina Diensa
            Sesungguhnya kebahagiaanku adalah dirimu. Selamanya cintaku juga untukmu istriku. Semoga Allah mengizinkan kita untuk bertemu kembali.
            Laki-laki itu melipat kembali surat tersebut dan mulai menutup matanya untuk tidur berusaha melupakan sedikit masalahnya.
            Seperti merasakan suatu kontak batin, seorang wanita terbangun tiba-tiba teringat akan seseorang yang sudah setahun tidak bersamanya. Diapun mengusap kedua mukanya dan melihat jam sudah menunjukkan pukul 02.30 WIB. wanita itu kembali berbaring dan berusaha melanjutkan tidurnya kembali. Baru dipejamkan beberapa detik, ia kembali terjaga. Ia tidak bisa menutup matanya kembali. Wanita itu kembali berdiri dan kali ini masuk ke kamar mandi lalu mengambil Keheningan malam membuatnya khusuk dalam memanjatkan doa-doa kepada Allah SWT Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Setelah selesai sholat malam, wanita itu merasa jauh lebih tenang. Ia keluar kamar untuk berjalan sebentar. Ia menuju sebuah ruangan yang tadi siang sempat ia lihat. Sebuah ruang perpusatakaan keluarga rumah ini. Ruangan tersebut kira-kira seluas 6x12 m. Ada banyak lemari-lemari buku di dalamnya. Pada bagian tengah ruangan tersebut, terdapat sebuah meja besar disediakan untuk mebaca buku-buku tersebut. Dua buah lemari  menjadi pusat perhatian wanita itu. Lemari itu sangat unik karena berisikan koran-koran yang disusun secara rapi dan teratur berdasarkan hari, tanggal, bulan, dan tahunnya. Satu lemari memuat lima buah tingkatan rak. Ada dua buah lemari yang serupa. Mereka telah mengumpulkan dan menyusun koran-koran tersebut sejak tahun 2000. Lalu dimanakah koran pada tahun 2011. Mereka masih menaruhnya di ruang istirahat keluarga. Spertinya keluarga ini memiliki kebiasaan membaca. Koleksi buku-buku yang sangat bervariasi berdasarkan usia dan minat masing-masing. Wanita itu mengambil sebuah buku detektif Agatha Christie. Ia sudah lama sekali tidak melihat dan bisa membaca buku sebanyak ini. Sebuah langkah mengarah memasuki ruangan ini.
            “Mbak sudah bangun”, seorang gadis yang tadi memintanya untuk berada di rumah ini utnuk beberapa hari datang menghampirinya.
            “Iya sudah, tadi tiba-tiba saja terbangun. Kamu suka membaca koran-koran tersebut juga?” Wanita itu belum pernah melihat sebuah keluarga yang menyusun koran-koran mereka dengan sangat rapi.
            “Iya, begitulah mbak. Kami memang menyukainya”, gadis itu menjawab dan semaki membuat wanita itu terpukau.
            “Kalau begitu kamu tahu peristiwa penting pada tahun 27 Januari 2008?” wanita itu seperti menguji ingatan gadis itu.
            “Pada tanggal 27 Januari 2008, presiden Indonesia yang ke-2, Jenderal besar Soeharto meninggal dunia pada usia 86 tahun”, Nissa menjawab dengan sangat yakin sekali.
            “Tepat sekali”, wanita itu mengacungkan jempol tangannya untuk gadis itu. “Kemudian pada tanggal 27 Januari 2009, seorang mantan presiden suatu negara yang sangat terkenal meninggal pada usia 98 tahun. Siapakah tokoh ini?” Wanita itu kembali bertanya kepada Nissa.
            “Ramaswamy Venkataraman, presiden India ke-8 memerintah pada periode 1987-1992”, lagi-lagi Nissa bisa menjawabnya dengan sangat yakin.
            “Kamu memang anak pintar Nissa. Pertanyaan terakhir, pada tanggal 27 Januari 2010, sebuah peristiwa cukup menarik perhatian wartawan di kota Semarang. Apa kau mengetahuinya?” Wanita itu yakin kali ini gadis itu tidak bisa menjawabnya.
            “Waduh mbak, kalau dia bukan tokoh terkenal aku mana bisa jawab. Mbak ini bisa saja membuat pertanyaan. Aku mau sholat dulu nanti keburu shubuh”, Nissa mengelak dari pertanyaan tersebut dan kembali ke kamarnya meninggalkan wanita tersebut.
            Tidak akan ada yang mengingat peristiwa pada hari itu kecuali aku dan dia. Wanita itu tersenyum lirih dalam hati dan kembali membaca novel Agatha Christie yang tadi diambilnya.

to be comtinued.............

Nissa: "Cinta ini untukmu" ****part five******

HF Store seakan berevolusi menjadi sebuah pusat perbelanjaan yang paling ramai dikunjungi saat ini. Bagaimana tidak, sebuah pusat perbelanjaan dibawah naungan perusahaan yang dipimpin oleh pengusaha hebat dengan berbagai kisah sejarah kontroversial. Kebebasan dunia pers saat ini membuat masyarakat bisa mengetahui berita-berita aktual yang terjadi dengan sangat cepat. Sebelum diangkatnya kematian Rendi Mubarak Alfarisi, HF Store seolah anak bawang yang tak dianggap di dunia bisnis kota Jambi. Salah satu rumor yang beredar bahwa pamor keluarga Suryadiningrat telah padam bahkan jika ditanya pada generasi 90-an ke bawah telah disurvei delapan puluh persen dari mereka tidak mengenal sosok Suryadiningrat. Apa yang terjadi sekarang sungguh sebuah miracle melalui sebuah kisah tragis yang setelah itu diikuti dengan berbagai kejutan menggemparkan yang beritanya paling dinantikan masyarakat. Tak bisa dipungkiri salah satu sosok yang menaikkan rating HF Store di kalangan masyarakat adalah Haryanto Putra seorang pengusaha terkenal di Indonesia yang paling disegani mitra dan lawannya karena kepiawaiannya dalam membangun relasi dan mengembangkan sebuah usaha bisnis. Selama ini tidak ada yang mengetahui bahwa sebagian saham HF Store merupakan milik Haryanto. Satu-persatu rahasia fakta dibalik HF Store muncul ke permukaan setelah kematian Rendi. Berita peralihan HF Store dari satu pihak ke pihak lain  menjadi kesan misterius bagi masyarakat. Sebuah misteri dibalik HF Store yang selama ini terkubur kemudian bangkit secara tiba-tiba melalui kisah-kisah berita-berita tokoh didalamnya bahkan hingga menyentuh kisah pribadi mereka. Lagi-lagi ketika diadakan survei kepada masyarakat enam puluh persen diantara mereka lebih tertuju pada pemberitaan kehidupan pribadi Haryanto Putra yang selama ini jarang dikemukakan kepada publik. HF Store, sebuah pusat perbelanjaan kecil yang tak dilirik berhasil membuka kehidupan pribadi pengusaha sukses tersebut, tak diherankan mengapa masyarakat mulai tertarik untuk mengunjungi HF Store.
            Cuaca kota Jambi hari ini sangat cerah, seperti ingin mengringi perubahan besar yang dialami Billy hari ini. Terlihat dua orang bersahabat sedang berjalan berdua di sepanjang jalan HF Store. Jalanan saat itu sangat kotor, ada banyak sampah-sampah bekas perayaan tahun baru tadi malam di sepanjang jalan. Terompet-terompet dan bungkus-bungkus makanan yang berceceran dan tidak dibersihkan sama sekali, mungkin bisa dimaklumi karena petugas kebersihan libur hari ini. Akan tetapi, itu semua tidak akan terjadi jika masyrakatnya sendiri sadar untuk tidak mebuang sampah sembarangan. Padahal Jambi dikenal dengan sebutan Kota Beradat, Bersih, aman, dan teratur. Ternyata, semua itu hanyalah julukan dan piala adipura yang telah berkali-kali didapat hanyalah sebuah penghargaan yang masyarakatnya sendiri tidak menghargainya.
            Salah seorang dari mereka, gadis muda dengan indahnya balutan jilbab, seperti sedang memikirkan sesuatu. Sepertinya ia ingin sekali menyampaikan sesuatu hal penting kepada teman laki-laki yang berada di sampingnya, tetapi ia terlihat sangat ragu sekali untuk menyampaikannya. Gadis itu berusaha menenagkan pikirannya yang sedikit kacau sejak kejadian beberapa saat lalu di HF Store. Pikirannya saat ini tertuju pada sebuah proposal yang sangat ia mengerti isinya, kembali kejadian satu bulan yang lalu terngiang di kepalanya. Gadis itu sudah tidak berkonsentrasi lagi dengan jalan yang ia lalui dan lupa bahwa sekarang ia sedang membawa tiga buah paper tray yang cukup berat. Ia tak tahu lagi rasanya berat, hanya keringat yang bercucuran membasahi muka dan pakaiannya. Teman yang sedari tadi memperhatikannya berhenti berjalan sejenak dan melihat sekeliling jalan itu, tak beberapa lama kemudian dia memasuki sebuah toko stationery. Kira-kira tiga menit dia berada dalam toko itu dan keluar dengan membawa dua buah tas, tas sandang dan tas samping. Seakan tersadar dia telah meninggalkan temannya sendirian, dia pun segera keluar setelah membayar dua buah tas tersebut kepada kasir. Kepanikan tergurat di wajahnya ketika keluar dari toko tersebut, temannya tak terlihat. Dia mencoba mengingat pakaian yang tadi dikenakan temannya dan mulai mencari sekeliling daerah pertokoan itu. Tepat di depan toko yang ia kunjungi tadi, terdapat sebuah taman air dengan bangku peristirahatan yang memiliki atap. Ia pun menuju ke sana berharap di tempat itulah temannya saat ini berada. Dugaannya benar sekali, pada bagian depannya, seorang gadis memakai kemeja bitu dan rok kembang berwarna putih, itu adalah pakaian yang tadi dikenakan temannya. Laki-laki itu pun menghampiri gadis yang ia yakini temannya itu. Dilihatnya gadis itu kelelahan sekali dan melamun entah memikirkan apa. Laki-laki itu pun duduk di sebelah gadis itu dan mengambil tiga buah paper tray yang berada di sampingnya kemudian memasukkannya ke dalam tas yang baru saja dibelinya.
            “Terima kasih Billy, ayo kita jalan lagi”, Nissa kembali berdiri dan siap untuk kembali berjalan.
            “Memang sudah seharusnya aku memiliki dua buah tas sekarang, jalan-jalannya sudah cukup, jadi kita langsung pulang saja, apalagi aku harus membaca semua dokumen ini. Kamu hati-hati ya”, Billy sepertinya tidak tega melihat teman yang kelelahan gara-gara menemani hobinya barunya berjalan kaki. Stelah melihat angkot menuju arah rumahnya, Billy pun melambaikan tangannya pada Nissa dan berlari mengejar dalam jarak 500 meter.
            “Semangat ya Billy, kamu pasti bisa”, Nissa membalas lambaian tangan Billy. Melihat itu, Billy pun tersenyum manis sekali. Billy sudah tak bersamanya lagi dan Nissa tak beranjak sedikitpun dari bangku taman itu.
            Arsitektur dari taman itu sangat menarik. Sebuah taman berbentuk segi emam beratapkan langit biru yang dipenuhi bunga dan sebuah air mancur ditengahnya. Taman tersebut dikelilingi oleh bangku-bangku kecil tempat para pengunjung beristirahat sejenak dan menikmati burung-burung yang terbanng mengelilingi air mancur dan kupu-kupu yang hinggap di setiap mahkota bunga yang bermekaran. Setiap satu jam waktu yang berputar air mancur yang berada di tengah taman memancurkan air yang sangat tinggi sehingga membahi bunga-bunga yang mengelilinginya, bunga-bunga itu pun selalu kelihatan indah setiap harinya. Selain keindahannya, taman tersebut memiliki nilai mistik yang belum terungkap sampai sekarang. Taman itu selalu dipenuhi oleh kupu-kupu dan burung-burung seolah mereka tak ingin meninggalkan tempat itu walaupun tak ada penghalang yang menahan mereka untuk pergi. Suasana taman itu pada malam hari terlihat lebih indah dikarenakan lampu-lampu taman yang menerangi mebuat kupu-kupu dan burung-birung yang berterbangan menjadi bersinar. Taman ini telah menjadi taman bermain keluarga yang tak pernah sepi dikunjungi. Tak ada para pedagang kaki lima yang diizinkan memasuki kawasan taman ini, hanya ada para pemain biola jalanan yang diizinkan beraksi pada malam hari dengan pertimbangan bisa menambah suasana kehangatan dan romantisme kebersamaan dalam keluarga. Peraturan itu dicanangkan oleh pemerintah pada tahun 2005.
            Pada dua sisi tegak kanan dan kiri taman merupakan pasar seni rakyat. Pasar tersebut menjual berbagai macam produk kesenian tradisional jambi. Miniatur-miniatir angso duo,  gambaran suku kubu, batik-batik jambi, bahkan makanan tradisonal, seperti tempoyak dan dodol kentang pun juga di jual di pasar ini. Selain untuk mengunjungi taman, masyarakat mengunjungi tempat ini untuk membeli buah tangan bagi mereka yang berada di luar wilayah Jambi. Sedangkan, pada depan dan belakang taman ini berbatasan dengan jalan kecil yang lebih sering digunakan orang untuk berjalan kaki daripada menggunakan kendaraan. Jalan itu merupakan jalan penghubung menuju jalan raya berjarak sekitar satu kilo meter dan taman itu ter.letak pada sisi tengahnya.

            Pada sisi bagian depan, belakang, dan setiap sisi miring taman memiliki bangku peristirahatan seperti sebuah halte bis yang di sepanjangnya terdapat aliran air buatan berisikan batu-batu dan ikan-ikan kecil. Di sanalah saat ini Nissa duduk menikmati ikan yang bergerak menngikuti aliran air. Seandainya saja kehidupan manusia seperti ikan-ikan itu yang hanya mengitu aliran air buatan tanpa perlu memilih untuk melawan aliran, maka tak perlu ada usaha untuk bertahan hidup. Jika hal itu terjadi, maka tidak akan ada kata kesuksesan dan perjuangan karena tidak ada tantangan yang mana setiap harinya berjalan secara homogen tanpa kurva gelombang yang sangat bervariasi. Aaaaaaaaaitulah kehidupan, semakin banyak melawan arus, semakin berat perjuangan, maka hasilnya juga akan semakin dihargai.
Ada satu hal yang berbeda sejak Nissa kuliah di Palembang dan dia baru menyadarinya hari ini, yaitu sebuah restoran yang cukup besar terletak di depan taman itu yanng menuju jalan.Rangkayo Hitam, dua gedung dari toko stationery tempat Billy membeli tas sebelumnya. Restoran itu sepertinya mewah sekali dan Nissa belum pernah melihat bentuk bagian dalamnya. Restoran itu bernama Restoran Taman Sungai Batanghari. Dua orang pelayan laki-laki dan perempuan menyambut pengunjung berdiri di sudut pintu restoran. Pelayang perempuanmengenakan seragam terusan terbagi dua bagian serong atas dan bawah dengan warna merah putih bermotif batik jambi, sedangkan pelayan laki-laki memakai seragam kemeja dan celana bahan putih dengan ikat pinggang dan kapiah berwarna merah bermotif batik Jambi. Mereka menyambut pengunjung dengan ramahnya.
Menyendiri di tempat keramaian seperti ini adalah hal yang sering dilakukan Nissa ketika sedang memiliki masalah yang bisa membuat emosinya labil dan sering tidak terkontrol mencapai puncak. Mengetahui kelemahannya ini, Nissa mengambil strategi seperti ini untuk sedikit meredamnya. Saat ini pikirannya kembali tertuju kepada peristiwa satu bulan yang lalu, pertemuannya dengan kak Rendi, dan pembicaraan mengenai Children Fun City. Sebuah pertemuan terakhir yang tak pernah ia sangka sebelumnya. Di dalam kesendiriannya, tiba-tiba saja seorang laki-laki duduk di sampingnya dan terus memperhatikannya. Nissa yang semakin lama diperhatikan mulai merasa risih dan menolehkan kepalanya ke samping kanan untuk melihat apakah dia mengenal laki-laki itu. Melihat laki-laki itu mebuat jantung Nissa berdetak kencang, wajahnya mirip sekali dengan orang yang sangat ia kenal. Tingginya sekitar 175 cm, berkulit putih dan hidungnya bengkok ke arah kiri. Entah oleh karena perasaan apa, setelah melihat wajah laki-laki itu, Nissa refleks meneteskan air matanya. Laki-laki itu bisa melihat mata Nissa yang berkaca-kaca, namun ia tetap berusaha untruk tidak memperhatikan dan memandang lurus ke depan seperti orang kebanyakan yang menikmati pemandangan para pejalan kaki yang berlalu-lalang.

“Maaf, aku harap tidak mengganggumu”, Nissa merasa tidak enak dan segera menghapus air matanya. Laki-laki itu kemudian mengangguk dan membaca sebuah buku yang diambilnya dari dalam tas yang ia bawa. Wajah laki-laki itu sangat tampan dan bisa dengan mudah memikat setiap perempuan yang melihatnya. Dia terus fokus terhadap buku yang ada di hadapannya. Sesekali Nissa melirik ke raha laki-laki itu meyakinkan letak-lerak garis kemiripan wajahnya dengan orang yang sangat ia kenal.
“Apa kau suka padaku?” laki-laki itu menutup bukunya dan melihat ke arah Nissa yang dari tadi sesekali meliriknya.
Nissa terdiam setelah mendengar kata-kata yang dulu pernah didengarnya dari orang yang berbeda. Laki-laki itu semakin mirip dengan gaya berbicara yang sama. Hanya saja tatapan matanya lebih halus.
“Maaf, maksudku, apa aku mengganggumu?” Laki-laki itu memperhalus kata-katanya setelah melihat respon Nissa yang sedikit bingung dan hancur.
“Tidak apa-apa, kau lanjutkan saja membacannya”, Nissa seakan sadar dengan perbuatannya yang sedikit berlebihan itu.

Mereka berdua pun kembali berkonsentrasi dengan kegiatan awal masing-masing. Nissa sedikit menggeser duduknya ke arah kiri sehingga sekarang ada jarak yang cukup jauh di antara mereka. Ia berusaha memandang ke arah lain. Pandangan matanya pun kini tertuju kepada dua pelayan yang berseragam merah putih bermotif batik jambi itu. Kali ini sedikit berbeda, karena mereka tak berpenampilan ramah lagi. Seorang pelayan laki-laki memaki-maki seorang wanita berpakaian lusuh yang sepertinya ingin meminta makan.
“Kau, wanita kumuh, kalau tidak punya uang dilarang masuk ke dalam. Bau busukmu itu akan mengganggu pengunjung yang lain, jadu segera pergi dari tempat ini”, pelayan laki-laki itu memaki sambil menutup hidungnya. “Kalau kau belum pergi juga, temanku ini akan memanggil polisi untuk mengusirmu”, pelayan wanita ikut memaki wanita lusuh itu.
Tak tahan dihina dan didorong, wanita berpakaian lusuh dengan rambut tergurai tak teratur, menjauh dari restoran hingga akhirnya memilih duduk tepat di antara Nissa dan laki-laki yang sudah tak berkonsentrasi lagi dengan bacaannya setelah mendengar makian dari dua pelayan tersebut. Wanita itu benar-benar sangat bau mebuat Nissa dan laki-laki itu sesekali menutup hidungnya. Sepertinya dia tidak mandi dalam jangka waktu panjang. Wanita itu tertunduk lesu dengan perut yang berbunyi menandakan dia sangat lapar. Di pegangnya perutnya yang sangat terlihat tipis seperti tidak pernah diisi makanan saja. Tak beberapa lama sejak konsentrasinya terganggu, laki-laki itu menutup bukunya dan memasukkannya kembali ke dalam tas kemudian menarik wanita lusuh itu kembali menuju Restoran Jambi 100% Indonesia. Anehnya, Dua pelayan itu tidak lagi mengusirnya malah terlihat bingung ketika ia datang kembali dengan laki-laki tadi. Nissa yang  melihat hal itu segera berdiri dan menyusul mereka. Ia juga ingin melihat bagaimana sisi dalam dari restoran itu. Dari luar restoran itu hanya terlihat dua orang pelayang penyambut dan sebuah batu yang bertuliskan

                                                                  Restoran Jambi 100% Indonesia
                                                                            Buka: 08.00 Wib
                                                                              Tutup: 22.00
                                                                  Hari Minggu dan libur nasional
                                                                           Buka: 10.00 Wib
                                                                           Tutup: 02.00 Wib

            Nissa mengalami fantasi yang luar biasa ketika memasuki restoran itu. Para pengunjung benar-benar dibawa menuju suasana kota Jambi, tepatnya suasana Sungai Batanghari. Ruangan itu berbentuk persegi panjang, di setiap sisi panjangnya berderet enam buah rumah kayu kecil yang di bagi dua menjadi tiga rumah oleh sebuah jembatan aurduri di tengahnya. Di setiap rumah kayu kecil itulah tempat pengunjung bisa menyantap makanan yang mereka pesan. Rumah kayu kecil itu dianalogikikan seperti rumah-rumah penduduk yang berjejer di tepi sungai Batanghari. Jembatan aurduri menghubungkan dua sisi panjang tersebut, menganalogikan Jembatan aurduri sebenarnya yang menjembatani dua daerah yang terpisah oleh sungai Batanghari. Seperti sungai-sungai kebanyakan, sungai di restoran ini juga terdapat perahu-perahu nelayan yang sedang menjala ikan, kapal-kapal serta ketek transportasi penduduk setempat, dan balok-balok kayu yang dikirim melalui aliran sungai Batanghari. Semua itu digerakkan oleh mesin-mesin dengan arus sungai buatan. Sangat unik sekali perahu nelayan yang menjala ikan. Seorang nelayan yang menggerakkan dayungnya untuk memajukan perahu dan seorang lagi yang sesekali menggerakkan jalanya. Kapal-kapal dan ketek yang membawa penumpangnya yang semua memakai baju dengan bawahan kain sarung seperti pakaian penduduk setempat. Animasi-animasi berupa mesin itu bergerak terus membentuk putaran mengikuti aliran air pada sisi pinggir sungai dan di bagian tengah sungai berisikan ikan-ikan yang terkadang ikut bermain mengikuti animasi-animasi tersebut. Sungai Batanghari merupakan sungai terpanjang di Pulau Sumatera, wajar saja masyarakat Jambi bangga memilikinya. Nissa sangat takjub dengan apa yang dilihatnya, tiga tahun dia tidak mengikuti perkembangan Jambi, dan semua berkembang begitu pesat. Aroma dan pemandangan sungai yang sangat khas membuat pengunjung begitu menikmati santapan tradisonal yang disajikan. Pengunjung restoran ini sangat terbatas karena hanya ada dua belas rumah kayu, inilah alasannya mengapa tempat ini tidak pernah kosong tempatnya. Satu hal lagi yang sangat menarik, di setiap rumah kayu terdapat sebuah tombol berlabelkan Bird turn on. Sangat penasaran dengan maksud tombol itu, Nissa pun memberanikan diri bertanya,
            “Ada yang tahu arti dari tombol yang terdapat di setiap rumah kayu ini?”, Nissa sangat berharap salah satu dari mereka ada yang menjawab, mungkin Laki-laki itu mengetahhuinya.
            “Tombol itu berfungsi ketika pukul 17.30 hingga pukul 18.30, saat hari petang, ketika kita menekan tombol itu maka akan keluar animasi burung-burung berterbangan memgitari sungai ini, seperti burung-burung yang berterbangan di petang hari”, wanita lusuh itu menjawabnya. Jawaban dari wanita lusuh itu membuat kami berdua yang mendengarnya tercengang, bagaimana mungkin seorang seperti dia mengetahui hal ini, Nissa saja sama sekali tidak mengetahuinya.
            “Bagaimana bisa kau mengetahuinya”, Laki-laki itu terlihat penasaran sekali.
            Ahh, aku hanya pernah mendengar ceritanya saja dari pengunjung yang pernah makan di sini”, wanita itu menjadi sangat bingung apa yang harus ia jawab.
            Jawaban yang bisa diterima logika, Nissa terlihat puas dengan jawaban wanita itu dan ingin sekali bisa melihatnya, tetapi hal itu sangat tidak mungkin karena saat ini jam menunjukkan pukul 12.15 Wib. Nissa mulai bingun saat laki-laki itu terus berjalan, padahal jembatan telah disebrangi dan tak satu rumah kayupun yang mereka tuju, laki-laki itu semakin membawa kami ke dalam hingga menaiki sebuah tangga kayu berbentuk spiral. Dari tangga ini, kita bisa melihat para koki memasak pesanan para pengunjung. Pelayan restoran menuju tempat pemasakan ini melalui sebuah pintu yang letaknya tepat di bawah tangga sepiral ini. Ternyata suasana di lantai atas masih mengandung unsur Sungai Batanghari. Hanya bedanya terdapat sebuah ruangan dan sebuah rumah  tertutup. Seperti ruangan pertama yang paling mendekati tangga merupakan tempat bekerja direktu pengelola restoran ini, sedangkan, ruangan yang satu lagi berada di atas air yang dihubungi oleh sebuah jembatan kecil mungkin merupakan ruma untuk tamu khusus pengunjung restoran ini, tetapi kenapa laki-laki itu mengajak kami hingga ke tempat seperti ini. Seorang laki-laki memakai kemeja putih dengan celana bawahan berwarna merah keluar dari ruangan kantor dan menyapa laki-laki itu.
            “Mas Rian, kenapa tidak memberi terlebih dahulu kalau akan kemari”, ujar laki-laki itu yang kemudian langsung menutup hidungnya sambil melirik jijik ke arah wanita lusuh itu.
“Memang ini mendadak pak”, ujar laki-laki yang disapa Rian itu. Laki-laki bos yang bernama Toni itupun mengajak kami menuju rumah khusus itu.
“Pak, biar saya saja yang mendayung perahunya. Anda kembali bekerja saja. Saya ingin yang mengantar makanan adalah dua pelayang yang berada di depan restoran hari ini”, laki-laki itu memberikan perintah kepada pak Toni.
“Baiklah Mas Rian”, laki-laki bernama Toni itupun kembali menuju ke ruang kerjanya.
Nissa dan wanita lusuh itu tercengang ketika memasuki rumah khusus yang ternyata di dalamnya sangat luas sekali. Ruangan itu seperti sungai yang ditengahnya terdapat sebuah perahu rakit zaman dahulu yang dikelilingi pagar pembatas. Jarak antara lantai dan sungai hanyalah dua jengkal tangan. Untuk menuju ke kapal rakit tersebuat disediakan dua buah perahu. Sebuah perahu yang menggunakan dayung dan sebuah perahu lagi menggunakan mesin. Jarak antara sisi dinding dan kapal rakit sekitar seratus meter. Rian pun mengajak kami menaiki perahu dengan menggunakan dayung untuk menuju ke perahu rakit. Selama berada di atas perahu, Nissa melihat sekeliling rumah yang berbentuk trapesium itu. Pada dinding rumah itu terdapat banyak bingkai foto keluarga, sepertinya foto keluarga pemilik retoran ini. Pada sisi kanan terpajang empat bingakai foto laki-laki, sepertinya foto-foto itu saling berpasangan dengan empat bingkai foto wanita yang terpajang pada sisi kiri. Tak ada yang ia kenal dengan jelas, semua terlihat samar-samar. Pada sisi belakang rumah itu terpajang foto-foto masing-masing keuarga saling berkumnpul. Pada bagian tengah dinding sisi belakang terpajang sbuah foto terbesar, foto laki-laki itu dengan seorang kakek tua, mereka memiliki bentuk hidung yang sama, hidung mereka sama-sama bengkok ke kiri. Nissa menyadari bahwa kakek itu adalah laki-laki yang fotonya juga terpajang pada dinding sisi kanan urutan pertama, hanya saja pada foto itu sang kakek terlihat lebih muda, sepertinya foto itu diambil pada tahun 70-an karena masih berwarna hitam-putih. Nissa pun kemudian  melihat foto  pada dinding sisi kiri yang berarti foto wanita yang akan dia lihat adalah pasangan foto laki-laki yang baru dilihatnya itu. Wanita itu sangat cantik dan terlihat lebih muda. Nissa seperti pernah mengenal wanita itu, namun ia tak bisa mengingatnya, mungkin karena dia sangat cantik jadi seperti pernah melihat. Setelah sampai di kapal rakit Rianpun menambatkan perahu pada jangkarnya dan kami pun naik ke atas perahu rakit yang ditengah-tengahnya terdapat sebuah meja tempat makanan dihidangkan. Tidak ada kursi yang mengelilingi meja karena kita akan makan duduk lesehan. Di meja itu juga terdapat sebuah tombol yang bentuknya sama seperti pada setiap rumah kayu tadi. Perahu rakit itu sangat stabil, ternyata ada sebuah pondasi menuju dasar sungai ini sehingga kita bisa makan dengan tenang tanpa harus takut berada di atas perahu itu.
“Ibu, silakan kau bisa memilih menu makanan apa saja”, Rian menawarkan menu makanan kepada wanita lusuh itu.
“Panggil aku mbak saja, usiaku masih 36 tahun”, wanita lusuh itu sepertinya sedikit tersinggung mendengar Rian memanggilnya dengan sebuatan ibu.
“Apakah aku juga boleh memesan”, Nissa ikut bertanya.
“Apa kau kelaparan juga dan tanpa diajak ikut sendiri ke tempat ini”, Rian itu menyindir Nissa dan mebuatnya sangat terpojok sekali.
“Iya, aku sangat lapar dan ingin sekali makan di restoran ini”, tanpa basa-basi Nissa langsung saja menuju poinnya. Apalagi memang sekarang ia sangat lapar dan kebetulan sekali, ini adalah restoran terunik yang pernah dikujunginya.
“Baiklah, sekarang kalian tulis saja menunya di kertas ini”, Rian menyodorkan kertas itu kepada Nissa.
Seperti biasa, Nissa memesan Sop Tulang setiap kali dia makan, kali ini sop Iga bakar Sapi negeri Jambi. Entah bagaimana bentuk Sapi Jambi, setahu Nissa Sapi di setiap daerah sama saja. Sepertinya restoran ini benar-benar ingin memajukan Jambi. Tepuk seratus untuk arsitek yang merancang bagunan retoran ini, sangat luar biasa memukau. Setelah kami semua menulis menu makanan yang dipesan, Rian memasukkan kertas itu ke dalam lubang kecil di atas meja yang awalnya sama sekali tak terperhatikan fungsinya. Rian pun menekan tombol di sebelahnya, kemudian kertas itu lenyap seketika dan terdengar sebuah suara.
“Baiklah, mas Rian selamat datang di restoran Taman Sungai Batanghari. Pesanan anda telah kami terima dan makanan akan segera kami antar lima belas menit lagi” Suara operator itu berasal dari ruangan tempat pemasakan tadi. Hal ini, semakin membuat Nissa kagum terhadap restoran ini.
“Apakah di setiap rumah kayu memiliki sistem pesan makana yang sama?” Nissa kembali bertanya.
“Ya, begitulah”, wanita lusuh itu menjawab. “maksudku, begitulah yang diceritakan pengunjung restoran kepadaku”, kilahnya saat kami mulai ragu terhadap ketahuannya.
Pantasan saja, sejak masuk ke retoran ini tidak ada pelayan yang mondar-mandir ke rumah kayu, mereka hanya bertugas mengantar pesanan makanan yang telah dipesan pengunjung. Zaman memang telah berubah seiring dengan kemajuan teknologi.
            “Ada hal lain yang menarik di ruangan ini, baiklah akan aku tunjukkan”, Rian menyadari kalau Nissa dan dan wanita lusuh itu sedari yadi tercengang melihat design dari restoran ini. Dipukulnya salah satu sisi perahu rakit itu, kemudian tiba-tiba saja perahu itu sedikit bergerak dan bagian perahu yang dipukul tadi naik ke permukaan berbentuk tiga buah rak yang setiap rak berisi barang-barang tertentu. Pada rak paling bawah berisi buku-buku. Membaca buku di ruangan seperti ini bisa menimbulkan banyak inspirasi baru. Pada rak kedua ternyata merupakan sebuah monitor touchscreen program musik-musik yang bisa didengar di ruangan ini. Rian pun mengetik sebuah musik Rahmanicoff No.1 kemudiann menyentuh layar enter. Alunan-alunan rahmanicoff No.1 pun membuai kami, Semua orang memejamkan mata dan berimajinasi seolah-olah mereka sedang memainkan musik-musik tersebut di tengah sungai dengan semilir angin yang membelai-belai rambut mereka.
            “Waw, ini sangat menarik Rian”, Nissa tak bisa lagi menahan rasa kekagumannya dan langsung saja memeluk wanita lusuh itu. Bnau wanita lusuh itupun tak tecium lagi, dikalahkan oleh kehebatan ruangan ini. “Ya, ini sangat luar biasa”, wanita lusuh itu menambahkan komentar Nissa.
            “Lalu, apa yang berada pada rak pertama”, wanita lusuh itu masih penasaran rak pertama yang belum dibuka Rian. Rak pertama sedikit berbeda karena terdapat sebuah tombol-tombol angka yang sepertinya rak itu sangat rahasia dan hanya orang tertentu yang mengetahui kode yang bisa membukanya. Rian memasukkan beberapa kode angka dan kemudian rak itupun terbuka. Terdapat sebuah remote yang memiliki banyak tombol dan beberapa kaca mata tiga dimensi. Rian pun mengambil remote dan tiga buah kaca mata Ditutupnya kembali rak itu dan dia memencet sebuah tombol yang berada di sisi kanan rak, tak beberapa lama kemudian rak-rak itupun kembali masuk ke dalam rakit. Masih bisa didengar Rahmanicoff  No.1, berarti sistem musik ini masih bekerja walaupun rak-raknya telah dikembalikan ke tempat asal. Stelah menurunkan kembali rak tersebut Rian menekan remote yang baru dikeluarkannya itu. Sebuah animasi berupa sinar melapisi seluruh bagian sisi dinding ruangan itu. Tak terlihat lagi bingkai-bingkai foto yang terpajang tadi. Semua tertutupi oleh sinar putih dengan animasi kendaraan-kendaraan di seputaran dinding ruangan itu. Kemudian Rian kembali menekan tombol pada remote itu, Sekarang terlihat perubahan pada atap ruangan ini, sebuah animasi muncul di atap restoran, berupa  langit biru yang diselubungi awan putih. Rian memberikan Nissa dan wanita lusuh itu dengan kaca mata tiga dimensi tersebut. Setelah semua orang memakai kaca mata tersebut Rian menekan tombol lain pada remote itu dan pondasi bawah perahu Rakit perlahan-lahan bergeser hingga pada akhirnya Rakit itu mengapung di atas air terpisah dari pondasinya. Nissa sedikit takut dan memeluk wanita lusuh itu. Tak hanya itu, masih ada satu aksi lagi yang ditunjukkan Rian, kali ini setelah dia kembali menekan salah satu tombol pada remote itu, animasi-animasi tadi menjadi bergerak dan nyata. Awan-awan pun juga sesekali menyebar membuka selubungan mereka terhadap langit biru, sesekali lagi mereka kembali menutupinya. Kemudian sinar matahari semakin lama semakin terang hingga menuju tepat ditengah-tengah dimana ruangan menjadi sangat terang dan hangat sekali. Perahu rakit juga seolah bergerak dan kami seperti sedang mengarungi sungai Batanghari.
            “Rian, apakah ada sistem yang mengatur suasana? Biasakah kita menuju suasana petang hari dimana ada animasi burung-burung yang muncul. Apakah pada malam hari langit-langut dipenuhi bulan dan bintang?”, Nissa bertanya dengan sangat antusias. Tanpa berlama-lama, Rian kembali menekan salah satu tombol pada remote itu kemudian suasana pun menjadi sedikit gelap, matahari kembali menghilang seperti matahari yang akan tenggelam sinarnya semakin meredup. Tombol yang terdapat di atas meja kayu itupun menyala merah. Nissa dengan yakinnya menekan tombol itu dan dari setiap sudut ruangan keluarlah animasi burung-burung yang berterbangan di sore hari. Sangat indah sekali suasana seperti ini. Burung-burung itu terbang bebas sekali membuat semua orang iri jika melihatnya. Matahari pun akhirnya tenggelam dan langit biru berubah menjadi gelap disinari oleh Bulan dan dipenuhi bintang-bintang. Lampu-lampu jalanan juga menyala terang. Semua kendaraan yang melaju di sepanjang jalan meyalakan lampu jalannya. Burung-burung pun sudah kembali pergi ke asalnya. Tak hanya animasi yang terlihat, dunginnya udara malam pun bisa dirasakan saat ini. Rian kembali menekan remote kemudian ada salah satu bintang membesar dan semakin bersinar terang membentuk wajah laki-laki yang fotonya terpajang pada urutan pertama tadi.
            “Beliau adalah yang tertua di dalam keluarga kami, Billy memberikan penjelasan mengenai laki-laki itu. “Beliau merupakan tokoh inspirator, mendedikasikan kehidupannya untuk masyarakat luas. Beliaulah,.....
            “Maaf mas, lkami sudah berada di depan rumah untuk mengantar makanan”, sebuah suara tiba-tiba saja terdengar di ruangan itu dan memotong penjelasan Rian. Laki-laki itu sangat terkejut sekali dan segera menekan tombol off pada remotenya dan semua animasi pun lenyap,  bingaki foto keluarga kembali bisa dilihat, begitu juga  musik Rahmanicoff No.1 yang sedari tadi mendayu-dayu di ruangan ini berhenti senyap. Rian kembali memukul sisi kayu dan ketiga rak tadipun naik ke permukaan. Di taruhnya remote itu pada rak pertama dan Nissa beserta wanita lusuh itu langsung saja membuka kaca mata tiga dimensi mereka dan memberikannya kepada Rian. Sepertinya Rian hanya ingin menujukkan kehebatan ruangan ini kepada orang-orang tertentu saja, tetapi kenapa dia mau menunjukkannya kepada mereka yang baru dikenalnya hari ini. Nissa tak ingin berpikir masalah ini sekarang, dia sudah tak sabar ingin menyantap sop yang telah dipesannya. Pintu ruangan pun terbuka dan dua pelayan yang tadi memaki wanita lusuh ini berdiri dengan membawakan makanan dan minuman. Mereka kemudian menggunakan perahu mesin yang tersisa menuju ke perhau rakit. Pelayan sesekali melirik ke arah wanita lusuh itu sambil sesekai menutup hidung. Mereka menghidangkan makanan itu dengan sangat rapi dan sopan sekali ketika berhadapan dengan Rian.
            “Ada yang bisa kami lakukan lagi mas”, tanya pelayan laki-laki.
            “Tidak ada, hanya saya inngin besok kalian datang ke kantor saya dan jelaskan sejarah berdirinya restoran ini. Saya tidak suka kalian memaki wanita ini seperti tadi. Untuk saat ini kalian boleh pergi”, perkataan Rian membuat kedua pelayan itu takut dan gemetar kedua tangan mereka.
            “Baik mas, kalau begitu kami permisi keluar”, pelayan wanita menundukkan kepalanya dan mereka segera berbalik dengan menggunakan perahu mesin itu. Pintu ruangan kembali terbuka dan tertutup sesaat mereka sudah berada di luar ruangan. Wanita lusuh itu menatap Rian setelah dari tadi menunduk sejak kedatangan kedua pelayan tadi. Dia menatap Rian begitu dalam, seolah tak percaya oarang yang baru dikenalnya itu telah mengangkat harga dirinya hari ini. Namun, ia sama sekali tidak bersuara karena ia tak tahu harus mengucapkan kata-kata apa. Nissa kelihatannya sudah sangat lapar, tanpa berbasa-basi dia langsung menyantap makanannya. Makanan itu sediakan dalam wadah kayu kecil berbentuk lingkaran. Telah disediakan juga wadah pencuci tngan dan sepasang sendok-garpunya. Sop tulang nya masih sangat panas, ada lima buah iga sapi dan sangat lembut sekali sehingga semakin renyah untuk dimakan. Nissa melihat menu yang dipesan wanita lusuh itu, belut sambal ijo, wanita ini jauh dari pikiranku, dia mengerti makanan yang bergizi tinggi. Baru beberapa suap makan makananannya, Rian pamit pulang.
            “Aku harus pergi sekarang, kalian lanjutkan makannya saja.”, Rian sepertinya terburu-buru sekali setelah melihat jam tangannya seperti mengingat suatu janji yang telah disepakati.
“Tunggu, kau belum mengetahui namaku. Apa tidak mau berkenalan terlebih dulu sebelum pulang?” Nissa berusaha menahan laki-laki itu. Suasana menjadi sedikit aneh. Dia baru menyadari bahwa siang ini mereka makan bersama orang yang tak mereka kenal dan berpisah begitu saja tanpa perkenalan lebih lanjut. Wanita lusuh itu juga mengangguk-anggukkan kepalannya menandakan setuju dengan pendapat Nissa.
            “Aku sudah tahu namamu dan juga dia”, Rian membuat Nissa dan wanita itu tertegun, laki-laki itu telah mengenal mereka merupakan tanda tanya besar. “Ya, Nia, Nia Yashifa Khoirunnisa dan Ny.Farah Reza”, ucapan Rian kali ini semakin membuat mereka bingung. “Nia, aekarang aku boleh ulang?” Seperti disambar petir Nissa mendengar laki-laki itu memanggilnya dengan sebutan Nia. Tak pernah ada yang memanggilnya Nia kecuali dia yang selalu diingatnya, seorang bernama Rendi Mubarak Alfarisi. Nissa tak dapat berkata lagi. Dia hanya terdiam dalam rasa penasarannya, namun ia tak ingin bertanya lebih jauh, ia takut untuk mengetahui sesuatu yang bisa membuat perasaannya semakin kacau. Pura-pura tidak mengerti dengan apa yang telah terjadi pada Nissa ataupun wanita lusuh itu, Rian turun dan nak ke atas perahu dayung yang tadi ditambatnya. Sesampainya di dekat pintu masuk, Rian pun mengarahkan perahu mesin agar menuju ke perahu rakit.
            “Assalamu’aiakum”, pintu terbuka dan Rianpun keluar ruangan setelah memastikan perahu mesin itu berhenti tepat di sebelah perahu rakit.  Setelah kepergian, tak ada lagi yang masih berselera untuk makan. Mereka semua masih terpukau dengan sebuah fakta yang baru mereka dengar. Laki-laki yang bernama Rian itu telah mengenal mereka. Wanita lusuh itu menyudahi makanannya dengan membasuh tangan dan turun ke perahu mesin, sementara Nissa masih saja tertegun dengan semua yang lalui.
            “Apakah kau tidak penasaran kenapa laki-laki itu mengenal kita? Kita lihat saja foto-foto yang terpajang kemudian kita akan mengetahui siapa dia”, wanita lusuh itu menyadarkan Nissa. Dia benar dengan melihat foto-foto di ruangan ini, semua hal yang membuatnya bingung mungkin bisa terjawab. Nissa pun menghapus air matanya yang mengalir sejak laki-laki itu memanggilnya Nia dan ia segera menyusul wanita itu menuju perahu mesin. Perahu  itu melaju mengitari foto-foto itu da dimulai dari sisi kanan. Foto pertama adalah foto kakek tua yang tadi dilihatnya, foto kedua adalah foto laki-laki yang usianya jauh lebih muda dan memiliki tekstur wajah yang sama dengan laki-laki tua disebelahnya, foto ketiga adalah seorang laki-laki yang lagi-lagi memiliki bentuk hidung yang sama, yaitu bengkok ke kiri. Sudah empat orang yang ia pernah temui dengan bentuk hidung seperti itu. Foto keempat, laki-laki ini tidak memiliki kemiripan satu sama lain, bisa dinilai yang merupakan keluarga adalah foto pertama, kedua, dan ketiga, prediksi Nissa saat ini mereka adalah ayah dan kedua anak laki-lakinya. Mungkin saja foto keempat ini merupakan menantu dalam keluarga ini. Perahu pun beralih menuju dinding belakang. Foto pertama adalah foto keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, seorang anak laki-laki, dan dua orang anak perempuan. Ayahnya adalah si laki-laki yang fotonya terpajang pada urutan kedua pada sisi kanan. Nissa melihat lebih jelas foto anak laki-laki itu, dia adalah Agung Suryadiningrat, dia adalah sepupunya kak Rendi. Nissa mulai mengerti, alasan mengapa perasaannya berbeda saat melihat laki-laki bernama Rian itu ketika pertama kalinya, melihat kakek tua itu, dan kemudian laki-laki pada foto ketiga, hanya ada satu alasan, mereka memiliki bentuk hidung yang sama dengan kak Rendi, yaitu hidung yang bengkok ke kiri. Dugaan Nissa terjawab setelah melihat foto keluarga selanjutnya. Ayah, ibu, dan tiga orang anak laki-laki. Tepat sekali, yang menjadi ayah adalah laki-laki di bingkai kedua sisi kanan, ketiga anak laki-laki itu berada diantara kedua orang tuanya. Dua anak laki-laki mirip sekali dengan ayahnya, mereka adalah Rian dan kak Rendi, sementara anak laki-laki lainnya lebih mirip kepada ibu mereka. Nissa semakin yakin kalau Rian itu adalah saudara laki-laki kak Rendi. Nissa tiba-tiba teringat dengan foto wanita cantik yang berda di urutan pertama sisi kiri, dia adalah nenek. Foto nenek ketika masih muda. Banyak hal yang tak terduga yang menimpa Nissa hari ini.
            “Apa kau sudah mendapatkan jawabannya?” wanita lusuh itu mengagetkan Nissa dari lamunannya.
            “Iya, begitulah”, Nissa menjawabnya dengan gugup, “Bagaimana denganmu mbak?” Nissa balik bertanya.
            Wanita itu hanya tersenyum menandakan dia juga mendapatkan jawabannya. Nissa tak ingin berlama-lama di ruangan ini dan ingin segera pulang ke rumah. Setelah berkeliling melihat foto-foto itu, mereka keluar ruangan. Memori masa lalu mereka sedang bekerja setelah melihat foto tersebut.
            “Mbak, kalian sudah selesai makan? Tadi mas Rian mengatakan dia ada janji sehingga buru-buru pulang”, laki-laki bernama Toni menyapa mereka setelah mereka keluar dari ruangan.
            “Iya, pak, hmmm, bolehkah saya tahu nama panjang dari Rian? Dan apakah dia memiliki dua orang saudara?” Nissa ingin sekali tahu hal ini setelah foto-foto yang dilihatnya tadi.
            “Nama panjang mas Rian itu adalah Rian Mubarak Alfarisi. Mas Rian itu anak kedua dari tiga bersaudara. Anak pertama Rifki Mubarak Alfarisi, kedua mas Rian, dan yang terakhir Rendi Mubarak Alfarisi Almarhum. Ketiganya ganteng lho mbak, tetapi mas Rifki sudah menikah, Mas Rendi sendiri sudah almarhum, dan mas Rian itu sedikit aneh, gak suka bersosialisasi. Kasihan sekali gadis-gadis muda seperti mbak tidak memiliki harapan lagi untuk hubungan spesial”, Pak toni menjelaskan dengan sangat rinci.
            “Pak, saya ini rekan bisnisnya, bukan yang seperti bapak bayangkan:, Nissa terpaksa berbohong, penjelasan pak toni itu benar-benar menjengkelkannya.
            “Rekan Nisnis, mbak ini seorang arsitek juga ya? Mas Rian itu memang jenius sekali, restoran ini kan hasil rancangannya. Dia itu baru saja lulus dua tahun lalu lulus dari Jerman dan langsung mengaplikasikan ilmunya dengan merancang restoran ini”, Pak Toni sepertinya kagum sekali terhadap Rian.
            “O, gitu ya pak. Ya, saya sudah melihat hasil dari kejeniusannya”, Nissa pun kembali membayangkan animasi-animasi tiga dimensi yang tadi dilihatnya. Rian benar-benar anak yang jenius.
            “Mbak, kalau wanita ini siapa?” Pak Toni bertanya tentang wanita lusuh itu sambil menutup hidungnya. Dia tak percaya kalau mas Rian bisa mengenal wanita seperti itu.
            “Saya, hanya kenalan biasanya”, wanita itu menjawab dengan sedikit takut.
            “O, ya sudah mbak, saya mau kembali ke ruangan. Semoga mbak menikmati pelayanan retoran kami”, Pak toni pamit dan kembali menuju ke ruangannya.
            Tak ada yang menyangka jika ternyata Rian lah arsitek yang merancang restoran ini. Nissa melihat jam tangannya sudah menujukkan pukul 13.20 dan ia belum sholat Zuhur. Dia pun bergerak cepat ke luar restoran. Cuaca di luar terlihat sedikit mendung, sepertinya sebentar lagi akan turun hujan. Pelayan yang berada di depan restoran juga sudah berganti, bukan dua orang yang memaki wanita lusuh ini.
            “Mbak, mau kemana? Saya sekarang mau sholat dulu setelah itu pulang”, Nissa meyakinkan wanita ini tahu hal yang akan dilakukan setelah ini.
            “Kita berpisah di sini saja”, ujawab wanita itu kemudian meniggalkan Nissa.

to be continued...

Senin, 08 November 2010

Nisa: "Cinta ini untukmu" ****part four****

Setelah mendapatkan berbagai informasi yang ia cari, Nisa segera membuka laptopnya, sepertinya semua ini telah diprediksinya dari awal. Dia membuka website Usaha dan para pengusaha di Indonesia

Search: Haryanto Putra

Keluarlah beberapa berita mengenainya.
Haryanto Putra mencoba dunia baru menulis buku di usia yang ke lima puluh tahun

Happy Family Store beralih ke tangan Haryanto Putra karena meninggalnya Rendi Mubarok Alfarisi

Haryanto Putra membuat keputusan mendadak memberikan Happy Family Store kepada Billy, analk tunggalnya

Billy Haryanto Putra mengalami Luka Tusuk akibat perkelahian antar teman di Palembang

Pantaskah Billy meneruskan jejak ayahnya dan bagaimana nasib Happy Family Store???

“Aku benci Ayah”, by Billy Haryanto Putra

Biografi mengenai Billy Haryanto Putra, lahir Jakarta 27 April 1988

30 Desember 2010, Billy akan menuju Jambi menerima tugas barunya

Nisa sudah mendapatkan semua yang dia mau dan membuka satu-persatu berita itu.

Happy Family Store beralih ke tangan Haryanto Putra
Rabu, 1 Desember 2010 09.00 WIB
Sungguh berita yang sangat mengejutkan bagi para pebisnis Indonesia. Keluarga Suryadinigrat pertama kalinya menjual semua sahamnya dengan harga murah dan memberikan begitu saja Happy Family Store,  salah satu bisnis keluarga, kepada orang luar. Orang yang berhasil mendapatkannya adalah Haryanto Putra, si naga berbaju besi yang sulit sekali untuk ditaklukan. Memang sudah lama beredar kabar kebangrutan Happy Family mempertahankan Store yang berpusat di Jambi. Kesempatan ini, jelas saja dimanfaatkan Haryanto, terbukti dia rela bolak-balik Jakarta Jambi Palembang untuk mendapatkan Happy Family Store. Keberuntungan benar-benar ia dapatkan setelah meninggalnya Rendi Mubarok Alfarisi, satu-satunya anggota keluarga yang masih HFS tetap berada di tangan keluarga Suryadiningrat. Kematian pada tanggal 27 November 2010 itu begitu mendadak dan tak ada anggota keluarga lain yang meneruskan jejak si bungsu dari Almarhum Rizal Suryadiningrat tersebut.......
Nissa menutup cerita itu, ia tak sanggup jika harus membaca berita kematian kak Rendi. Setelah menarik nafas panjang dia kembali membuka berita lainnya.

Billy Haryanto Putra mengalami luka rusuk akibat perkelahian antar teman di palembang
Rabu, 1 Desember 2010 15.45 WIB
Berita ini disampaikan langsung oleh Gery Rinaldi, sahabat baik Billy. “Billy, pada tanggal 29 November 2010 memang mengalami kecelakaan luka tusuk dan harus mengalami operasi yang bagusnya berjalan lancar. Hanya itu yang bisa disampaikan. Saya tidak berhak berbicara lebih banyak lagi”. Hanya itu yang disampaikan Gery. Ntah apa yang menyebabkan luka tusuk itu sebenarnya. Akan tetapi, mulai hari ini Billy harus lebih menjaga setiap perbuatannya karena Haryanto Putra sudah mulai mempercayakan bisinisnya tersebut dan bisa dipastikan Billy merupakan satu-satunya penerus usaha Haryanto. Kita lihat saja apa Billy bisa mengikuti jejak ayahnya. (FKR)

“Aku benci ayah”, by Billy Haryanto putra
Hari ini akhirnya kami bisa bertemu dengan Billy HaRYAnto Putra. Setelah sekian lama sulit sekali untuk menemuinya. Kali ini, dia datang sendiri kepada kami dan hanya menyebutkan beberapa kata yang sangat mengejutkan semua orang tentunya.
“Aku benci ayah. Dia bukan seorang ayah, dia tidak menjengukku disaat sakit. Ayahku adalah bunga yang selalu menemaniku sepanjang hari di ruanngan penderitaan itu. Aku tidak akan menerima Happy Family store. Tidak akan pernah bekerja di bawah kaki ayah yang membutku muakk!!!”.
Setelah mengatakan kata-kata mengagetkan, Billy langsung meninggalkan kami. Awal kehancuran bagi Happy Family Store tentunya. Anak muda zaman sekarang sangat keras kepala dan maunya keinginan sendiri. Ini bisa menjadi suatu tekanan bagi Haryanto. Akankah dia bisa mengatasi masalah ini. Akankah sejarah terukir dalam kehidupan Haryanto bahwa kehancurannya berada di tangan anaknya.  1 Januari 2011 merupakan saksi sejarah salah satu sisi kehidupan Haryanto. (FKR)

Dan berita yang paling diinginkan Nissa

Biografi Billy Haryanto Putra
Billy Haryanto Putra dilahirkan pada tanggal 27 April 1988 dari pasangan bisnis terkenal Haryanto putra dan Elizabeth Haryanto keturunan Bugis-Inggris. Elizabeth meninggal dunia sejak Billy berusia tiga tahun dan sejak kepergian ibunya Billy lebih sering menghabisi waktunya sendiri di rumah atau bersama teman-temannya. Jerlas sekali, Haryanto sangat sibuk sekali meenjalankan bisnisnya sendiri. Billy tumbuh menjadi yang anak yang sangat cerdas, Prestasi nya begitu luar biasa dengan lebih dari lima puluh piala terpajang di rumahnya. Tetapi, masalah itu datang saat Billy menginjak bagku perkuliahan. Mungkin karena kejenuhan begitu menumpuk ataupun karena desakan dari Haryanto sendiri agar ia meneruskan jejak ayahnya membuat Billy berubah menjadi anak yang sangat kasar dan tidak berprilaku sangat buruk sekali. Berbagai prestasi yang telah ia capai tidak berarti lagi. Tak ada yang tahu apa yang terjadi pada Billy hingga sekarang. Semua menjadi sebuah misteri. Satu yang pasti, Billy yang ternyata sangat hobi bermain biola ini merupakan satu-satunya penerus bisnis Haryanto Putra dan ini merupakan suatu bebabn bagi Billy sendiri. Dia harus bisa menjadi yang terbaik nantinya, setidaknya bisa menyamai kehebatan ayahnya sendiri. (FKR)
Tiba-tiba saja Hp Nisa berbunyi dan dibukanya
1 message received
From: Gina
Untuk acara panti asuhan besok, kalian jadi kan mau bantu aku?
Reply message
To: Gina
Iya jadi say.
1 message received
From: Gina
Ok, 08.00 on time ya..

Kenapa aku bisa melupakan acara ini. Gina adalah salah satu temanu sewaktu SMA dulu, orang tuanya bekerja di dinas sosial sehingga ditugaskan menempati rumah Panti Asuhan milik pemerintah Jambi. Aku pernah beberapa kali berkunjung ke sana dan bermain bersama mereka. Besok merupakan ulang tahun panti Asuhan tersebut. Duatu anugerah luar biasa aku bisa diundang ke acara tersebut.  Nisa kemudian seolah melupakan rencana awalnya dan mematikan laptopnya. Aku harus membeli beberapa hadiah untuk anak-anak panti. Segera saja Nisa menuju ke HF Store. Entah kenapa dia ingin sekali mengunjungi tempat itu dan mencoba berbelanja di sana. HF Store hari ini ramai sekali. Tak seperti biasa, parkiran mobil pun menumpuk hingga jarak 1 km dari lokasi. Seperti yang telah diberitakan hari ini Billy akan ada di Jambi untuk survey HF Store. Keyakinan Nisa semakin memuncak saat melihat banyak wartawan berkumpul di HF Store.  Sepertinya Billy telah mengetahui akan bertemu banyak wartawan hari ini sehingga dia pun memakai pakaian formal yang jauh lebih rapi daripada saat terakhir dilihat di rumah sakit. Billy mempersilahkan para wartawan mengajukan beberapa pertanyaan dan iapun berhasil menjawab dengan lancar sekali. Sepertinya ia telah mempersiapkan hari ini dengan baik sekali. Setelah para wartawan mulai pergi, tinggallah Billy dan ayahnya dan pembicaraan itu berpindah pada suatu ruangan kecil yang sangat pas dijadikan ruang rahasia.

“Kamu tampan sekali hari ini anakku, ayah bangga sekali padamu”, Haryanto terlihat senang sekali memuji anaknya.
“Ayah, kenapa tidak pernah mengerti bahjwa aku tidak pernah bermimpi menjadi penerus bisnis ayah. Ayah, dua puluh tahun aku berusaha membahagiakan ayah, tidakkah sekarang aku boleh mengerjakan apa yang aku mau. Kenapa ayah begitu jahat. Aku tidak akan meneruskan HF Store ini. Tidak ada harapan ayah. Aku dan perusahaan tidak akan ada harapan.”
“Billy, kau ingin meneruskan keinginanmu bukan dan setelah kau berhasil kau akan melihat aku yang telah tua ini hanya bisa menatap satu demi satu runtuhnya usaha yang telah aku rintis dari nol, apa kau pernah memikirkan itu?” Haryanto kesal sekali dan meninggalkan Billy sendiri.
“Ya, lebih baik kau pergi saja ayah. Aku tidak akan pernah menjadi penerusmu”, Billy meneriaki ayahnya yang semakin menjauh darinya.

Anakku, tidak ada orang lain lagi selain darimu. Ini salah ayah yang tak bisa mendidikmu sehingga kau jadi seperti ini. Salahkah aku hanya ingin memepertahankan apa yang aku punya kepada anakku Tuhan??? Haryanto memejamkan matanya dan ingin segera melupakan perkataan anaknya hari itu.

Nisa yang dari tadi berusaha mendengarkan segera mencari aktivitas lain. Dia berusaha setenang mungkin untuk tidak menimbulkan kecurigaan.

“Maaf nona, apa yang kau lakukan di sini? Apa ada yang bisa saya bantu”, Haryanto Putra menghampiri Nisa yang tampak kebingungan.
“Ehh..saya mau membeli boneka untuk adik saya yang ada di panti asuhan, tapi gak tau kenapa malah ke tempat seperti ini. Apa bapak tau dimanatempatnya?”
“O, iya kamu bisa mengikuti saya”, Haryanto percaya saja kepada Nisa dan mengantarkannya ke bagian mainan anak.
Berjalan bersama Haryanto Putra jelas saja membuat Nisa menjadi pusat perhatian. Ternyata gak enak banget jadi orang penting seperti ini.
“Terima kasih pak, semoga HF store bisa lebih baik lagi”, Nisa mengucapkan terima kasih dan sedikit berbasa-basi.
“Kamu ambil saja beberapa mainan untuk adik-adikmu dan semua gratis. Sampaikan salamku untuk adik-adik panti”, Haryanto begitu baik sekali hari ini
“Terima kasih pak, adik-adikku pasti senang sekali, nanti saya akan ceritakan ini pemberian dari bapak”, Nisa kembali berterima kasih dan sedikit berbasa-basi.
Haryanto Putra meninggalkan HF Store bersama beberapa rekan dan bawahannya. Nisa melihat beberapa boneka dan tertarik pada salah satunya, boneka Sapi. Nisa segera mengambilnya sepaket keluarga Sapi.
“Apa yang kamu bicarakan pada ayah? Kenapa kamu bisa bersamanya?Apa kenal ayahku?”, sebuah suara mengejutkan Nisa.
“O, kamu, aku gak kenal ayahmu, tapi dia orang yang baik. Lihat, semua yang ku beli ini gratis”, Nisa menunjukkan boneka-boneka yang akan dibelinya.
“Aku tunggu kamu di bawah”, sama sekali tak menggubris pujian Nisa terhadap ayahnya.

Saat di mobil bersama Billy.
‘Spertinya kamu kaya sekali ya, wajar saja seratus juta begitu tidak berarti”, Nisa mengungkit kejadian hari itu.
“Kamu nya saja yang gak mau. Kenapa kamu bisa ada di Jambi?”
“Liburan kuliah, Aku asli Jambi, semua keluargaku sebagian besar di sini”.
“Benarkah? Kalau begitu kau kuangkat jadi guide selama satu hari. Sejujurnya aku tidak puny teman di sini. Lima Juta bagaimana?”

“Apa kamu menilai semua hal dengan uang. Bisa aku pertimbangkan, tapi jangan keluarkan uangmu. Aku tersinggung sekali jika kau berbuat seperti itu kepadaku untuk yang kedua kalinya. Berhenti di sini saja, aku merasa tidak nyaman naik mobil semewah ini, Satu hal lagi, tidakkah kamu malu bahwa uang yang kamu miliki adalah milik ayahmu sementara kau begitu membenci dia. Selama kau masih seperti ini, kau akan terus berada di bawah ketiakmu. Mau membangkang, tapi masih menengadah tangan kepadanya. Jadi berkaca dulu begitu hebatnyakah dirimu?” Nisa kesal sekali dan segera turun setelah Billy memberhentikan mobilnya.
“Sebanarnya apa yang kamu bicarakan?”,Nissa tak mendengarkan teriakan Billy dan langsung saja memberhentikan angkot dan ingin secepat mungkin berada di rumah.
 Muka Billy merah sekali, tak pernah ada orang yang mencerca nya seperti itu.

...tidakkah kamu malu bahwa uang yang kamu miliki adalah milik ayahmu sementara kau begitu membenci dia. Selama kau masih seperti ini, kau akan terus berada di bawah ketiakmu. Mau membangkang, tapi masih menengadah tangan kepadanya. Jadi berkaca dulu begitu hebatnyakah dirimu?”
Kata-kata itu selalu terngiang di kepala Billy. Apa yang hebat dari seorang anak yang suka memberontak namun masih saja menengadahkan tangan meminta uang ayahnya. Aku benar-benar tidak berguna. Billy mengemudikan mobilnya dengan sangat kencang.

Sesampainya di rumah dia langsung menuju kamarnya dan melampiaskan semua amarahnya dengan memainkan biola. Lima belas menit dia berinteraksi sendiri dalam dunianya.

...tidakkah kamu malu bahwa uang yang kamu miliki adalah milik ayahmu sementara kau begitu membenci dia. Selama kau masih seperti ini, kau akan terus berada di bawah ketiakmu. Mau membangkang, tapi masih menengadah tangan kepadanya. Jadi berkaca dulu begitu hebatnya kah dirimu?

Emosi Billy kian memuncak dan kemudian dibantingnya biola yang tadi ia mainkan dengan sangat indah. Dihempaskan tubuh dan ia terbaring lemah memikirkan kata-kata yang sungguh membuat jiwanya melayang. Dilihatnya foto dirinya bersama ayah yang selaluia bawa di dompetnya. Teringat akan masa kecil yang begitu indah. Pikirannya pun melayang kepada kejadian 15 tahun yang lalu sejak ia masih berusia tujuh tahun.

Hari itu, 24 April 1995, merupakan ulang tahun Billy yang ke-7. Ulang tahun itu dirayakan sangat meriah. Namun, ada satu hal yang paling berkesan buatnya. Saat ayahnya memberikan hadiah paling berharga dalam hidupnya. Sebuah biola pertama yang ia miliki.
“Ayah...terima kasih, Billy suka sekali biola ini. Billy akan berlatih dengan keras agar bisa memainkannya dengan indah. Ayah adalah orang pertama yang harus mendengarkannya. Ayah, Billy sayang sekali sama ayah”, Billy tampak girang sekali setelah menerima kado ulang tahun dari ayahnya, ia kemudian menari-menari di depan ayahnya.
“Anakku, kamu satu-satunya milik ayah, kamu harus tumbuh menjadi anak yang cerdas dan bisa menjadi teman terbaik ayah. Sepakat sayang”, Laki-laki yang saat itu masih sangat muda dan gagah itu memeluk segera memeluk anaknya.
“Ayah, Billy janji akan selamanya menemani ayah dan membuat ayah bahagia”, Billy masih begitu polos saat itu.
Ayah, mengapa semua menjadi seperti ini sekarang? Ayah, maafkan aku. Kau pasti tidak bahagia saat ini. Ayah, aku tidak menepati janjiku. Maaf ayah....Aku telah berkata kasar padanya hari ini. Seharusnya aku bisa mengontrol emosiku.

  Billy langsung menghapus air matanya dan segera membuka Hp nya

 Calling Ayah

 “Ada apa Bil?”
Tak ada suara sejenak. Billy bingung sekali ingin berbicara apa. Ia sudah begitu lama tidak berkomunikasi dengan ayahnya kecuali dalam suasana bertengkar.
“Billy, kau kenapa? Aku sibuk sekali hari ini, apa yang ingin dibicarakan?”, Haryanto bingung sekali terhadap sikap anaknya itu.
“Oh, tidak apa-apa, lanjutkan saja kerjanya”, Billy mengurungkan niatnya untuk meminta maaf.
“Di rumah ada undangan acara ulang tahun panti Asuhan untuk besok, kamu harus datang. Ayah mungkin pulang malam jadi kamu lihat sendiri undangannya di ruangan kerja.
“Iya, ntar aku lihat”, Billy pun mengakhiri pembicaraan lewat telepon itu.

Mungkin semua sudah terlambat, Aku dan ayah sudah berada di jalan yang berbeda sekarang.
Malam harinya Nisa kembali mengingat kejadian yang baru dialaminya hari ini.
Ah, apa aku terlalu kasar ya tadi? Kenapa aku tidak menyaring kata-kata sebelumnya. Dia pasti kesal sekali mendengar itu semua. Seandainya aku bertemu kembali dengannya aku akan berjanji minta maaf.

*****
 “Nisa, kamu belum tidur sayang”, Mama menghampiriku.
“Belum ma, ada apa ma?”
“Kangen sama anak mama, kamu kelihatannya walaupun libur sibuk ya? Ada masalah apa, siapa tahu mama bisa bantu”, mama tahu saja kalau aku sedang memiliki banyak masalah.
“Biasa la ma, peranjakan menuju dewasa. Ma, apakah uang itu begitu berharga? Bagaimana aku menghadapai teman yang selalu menilai sesuatu dengan uang?”, Nisa berharap mendapatkan sedikit petunjuk dari profesor terbaik sedunia itu.
“Uang itu termasuk hal terpenting,semua orang membutuhkan uang. Tingkat kecintaan dan ketergantungan seseorang pada uang berbeda-beda, sesuai dengan lingkungan dia berada. Hargailah temanmu itu, semua manusia diciptakan dengan kondisi yang sama pada awalnya, Lingkungan lah yang membuat semua sikap baik dan buruk yang terlihat. Berteman seperti kau berteman dengan orang lain. Bukankah tidak ada aturan dalam berteman”, mama menguraikan beberapa petuahnya.
“Nisa mengerti ma, sudah waktunya untuk tidur, capeknya....”, Nisa memberikan sinyal kalau dia ingin sendiri saat ini.
“Iya sayang, sudah waktunya tidur. Mama percaya kamu anak baik”, Mama pun segera meninggalkan kamar Nisa.

Begitu banyak yang aku alami hari ini. Aku ingin selalu menjadi orang baik dimanapun dan dalam kondisi apapun. Kak Rendi, aku begitu merindukanmu. Semoga kau baik-baik saja. Aku di sini, masih dengan perasaan yang sama dan semanngat yang sama. Impian kita akan Children Fun City, aku akan selalu berusaha Kak Rendi. Apakah kakak sudah bertemu dengan dewa angin? Jika bertemu, sampaikan agar impian kita tercapai. Kak, aku selalu mendoakan mu setiap saat. Semoga cintaku padamu tak akan pernah mati karena cinta inilah semangat kehidupanku.
29 Desember 2010

Nia Yashifa Khoirunnisa

******

Panti Asuhan ini tidak erubah sesdikitpun. Suasananya masih asri sekali dengan berbagai keceriaan anak-anak di dalamnya. Tempat ini merupakan salah satu sumber inspirasiku.

“Hei, bu dokter, ayo masuk, kok berdiri di luar saja”, seorang perempuan menghampiri Nisa.
“Gina, lama banget gak jumpa, apa kabar niy? Kangen sama adik-adik, pasti sudah besar-besar mereka sekarang”, Nisa sudah tiga tahun tidak bertemu dengan Gina. Untungnya zaman sekarang sudah ada email, facebook, dan twitter jadi komunikasi antara mereka masih terjalin.
“Iya, semalam aku cerita kalau kamu akan datang. Kangen mereka sama kamu Nis”, Gina juga menunjukkan ekspresi bahagia bisa bertemu Nisa hari ini.
Tak beberapa lama kemudian, sebuah mobil mewah dan beberapa wartawan memasuki pekarangan panti Asuhan.
“Gina, kenapa ada Haryanto Putra, bukankah katamu acaranya hanya untuk pekarangan panti?”, Nisa tak menyangka akan bertemu dengan keluarga Haryanto Putra di tempat seperti ini.
“Iya Nisa, hanya untuk lingkungan dalam, Haryanto Putra itu dulunya berasal dari panti ini, namun pada usia delapan tahun, ia pindah ke Jakarta karena sebuah keluarga tertarik dengan kecerdasan Haryanto dan menyekolahkannya”, Gina menceritakan kisah yang sama sekali tak bisa langsung dipercaya Nisa.

Nisa pun hanya bisa terdiam. Kejadian yang dialaminya saling berkaitan, Mulai dari Billy korban luka tusuk yang ia donorkan darah untuknya, Kak Rendi meninggal dunia dan HF Store diberikan kepada Haryanto Putra yang juga merupakan ayah dari Billy, dan lebih tak disangka lagi Haryanto Putra merupakan anak panti asuhan ini yang berarti dia dulunya merupakan seorang yatim-piatu. Ini benar-benar di luar dugaan Nisa. Ia pun berpapasan dengan Billy, tetapi masing-masing mereka terlihat sama-sama tidak mengenal. Kejadian kemarin masih menjadi memori buruk di benak masing-masing.

Acara ulang tahun itupun dimulai. Mulai dari beberapa kata sambutan dari pengurus panti dan tentunya dari Haryanto, dilanjutkan dengan pembacaan doa, hingga kini merupakan acara makan-makan. Semua orang bebas memberikan acara hiburan, menyanyi, menari, atau apapun itu. Gina masih sama seperti dulu, suaranya merdu sekali.

“Baiklah adik-adik sekalian, sekarang kita beri kesempatan pada satu orang sahabat lama kita maju memberikan hiburan untuk semua, kalian pasti mengingat kakak ini. Mari kita sambut Kak Nisa...!!”, Gina segera memanggil Nisa maju setelah ia selesai bernyanyi.
“Ehm, suaraku tidak merdu dan aku juga tidak bisa menari. Bagaimana kalau aku bercerita saja. Cerita nya sangat bagus. Seorang anak yang memiliki segalanya,namun satu kekurangannya, dia kurang mendapatkan kasih sayang dari keluarganya karena kesibukan orang tuanya. Hal ini membuat anak itu marah dan mencari kebahagiaan sendiri. Dia ,ulsi melupakan orang tuanya. Hingga sampai dia mulai beranjak dewasa dan orang tuanya sudah memasuki usia tua, orang tuanya pun memiliki satu permintaan pada anak tersebut, dia ingin agar anak itu bisa seperti orang tuanya saat ini, namun anak tersebut ternyata telah memilih jalan hidup sendiri. Ia tidak mau berada di samping orang tuanya. Sementara di sisi lain ada seorang anak yatim-piatu seperti adik-adik, dia hidup tanpa mengenal siapa orang tua dan berasal dari mana. Ia menjalani dan menikmati hidup. Malah, kekurangan yang ia miliki, ia jadikan sebagai pacuan hidup meraih kesuksesan. Setiap hari mancari ilmu dan menerapkan setiap ilmu yang ia dapat dalam kehidupannya. Setiap hari bermimpi suatu saat ia akan menjadi orang sukses. Dan sekarang semua telah terbukti. Ia saat ini menjadi orang hebat yang dikagumi banyak orang. Nah dari cerita kakak, apakah ada satu orang yang mau menaggapinya?”, Nisa melemparkan sebuah pertanyaan kepada adik panti. Kemudian seorang anak mengacungkan tangannya.

“kakak, anak yang kedua sama seperti kami, tidak memiliki orang tua dan keluarga. Kakak, saya tidak memiliki keluarga, tetapi saya masih punya rasa kekeluargaan itu yang saya berikan kepada semua penghuni panti. Saya masih menyayangi kedua orang tua saya dan selalu mendoakan mereka agar selalu baik-baik saja. Saya ingin berbakti kepada mereka dengan menjadi insan yang berguna. Mereka pasti memimpikan anaknya berhasil ketika ia dewasa nanti. Saya ingin membuktikan bahwa setiap manusia memiliki kesempatan yang sama dalam meraih kesuksesan. Kakak, Rasulullah pun seorang yatim piatu, namun ia bisa menjadi teladan bagi seluruh umat muslim. Saya yakin anak yang kedua itu luar biasa berusaha menerima takdir, tak pernah berputus asa, dan menjadi yang terbaik dalam apapun yang ia miliki. Mengenai cerita anak pertama, saya tidak ada tanggapan, betapa saya menginginkan memiliki orang tua, tapi dia malah membeci orang tuanya. Saya tak bisa menjawab karena saya belum pernah merasakan kasih sayang orang tua, tetapi saya sangat yakin orang tua adalah kasih sayang terindah yang diberikan Tuhan”, anak itu memberi tanggapan yang sangat menyehtuh semua yang mendengarnya.

“Kakak, jika aku bisa memilih, aku ingin sekali menjadi anak pertama. Walaupun orang tuaku jahat, jarang bersama, aku akan tetap disampingnya. Aku akan menyayanginya dan melakukan semua keinginannya. Kakak, ibuku maninggal ketika melahirkan ku dan ayahku merupakn seorang yang sangat jahat. Dia sering memukuliku, namun di saat aku sakit dia orang pertama yang memelukku dan selalu berkata “Kau akan sembuh, ayah akan menyembuhkanmu dan jangan menagis lagi” Ayah walaupun jahat, tetapi menyayangi aku. Sekarang tidak ada lagi ayah yang sering memukuliku dan juga tidak ada yang memelukku dengan kehangatan keluarga seperti yang diberikan ayah setiap aku sakit.  Aku tahu rasanya sangat menyakitkan ketika ditinggalkan mereka. Aku ingin sekali  orang tuaku bisa hidup kembali”, seorang anak perempuan kira-kira berusia sepuluh tahun langsung saja berbicara dan menangis.

“Baiklah, pelajaran yang kita dapat dari cerita ini bahwa kita harus selalu berbakti kepada orang tua, baik ia masih hidup maupun telah tiada. Ibu yang telah melahirkan kita dan bersama ayah membesarkan kita hingga akhir hayat mereka.  Baiklah, selain ingin bercerita kakak juga ingin memberikan hadiah untuk kalian semua. Sepaket boneka keluarga Sapi. Janji, kalian akan belajar dengan lebih giat lagi serta menjadi anak yang baik. Hadiah ini merupakan pemberian khusus dari seorang kaka kalian juga, yaitu Kak Haryanto Putra. Ucapkan terima kasih kepada kak Haryanto”, Nisa pun memberikan hadiah itu kepada salah satu anak.

Nisa senang sekali hari ini, semua targetnya tercapai sudah hanya dalam satu acara. Semoga mereka bisa saling instropeksi diri masing-masing.

“Nisa, sungguh tak disangka kita bertemu lagi. Ceritamu bagus sekali, saya sangat terharu dan teringat akan masa lalu. Jika kamu butuh bantuan, hubungi saa saja’, Haryanto memberikan kartu namanya dan meninggalkan panti ketika acara itu selesai dengan mata yang berkaca-kaca.
“Iya, terima kasih pak.”

“kAMU, aku tunggu besok di HF Store, aku ingin mempelajari kota Jambi. 08.00 tepat waktu”, Billy menghampiri Nisa dan meninggalkannya menyusul ayahnya menuju mobil.

“Wahhh, Nisa yang kamu lakukan tadi hebat sekali, aku sampai menitikkan air mata”, Gina segera menuju ke arah Nisa setelah acara itu terjadi.
 “Biasa aja gina, suara kamu tu yang tambah merdu, yuk, main barenng adik-adik. Kangen sekali aku dengan suasana asrama.

Sore itu setelah menghadiri acara di panti asuhan, dua orang laki-laki yang berbeda usia duduk bersama di teras rumah. Pikiran mereka tertuju pada kejadian hari ini. Apa yang mereka lihat dan dengar terus mengusik menghantui mereka.

“Maafkan ayah, karena tak bisa mendidikmu dengan baik”, akhirnya laki-laki yang lebih tua lebih dulu memulai pembicaraan.
“Aku yang salah sudah tidak menghormati ayah, maafkan aku”, laki-laki muda itu menanggapi dengan nada suara yang lebih rendah dari biasanya.
“Bagaimana dengan biolamu? Apa semakin menguasai?”, suasana benar-benar kaku seperti berbicara dengan orang asing saja.
“Aku sudah jarang bermain biola. Bagaimana dengan buku yang ayah tulis? Aku dengar banyak apresiasi dari masyarakat”, Billy berusaha mencari ide percakapan diaantara mereka.
“Bukankah kehebatanku tidak pernah kau ragukan. Aku harap permainan biolamu semakin baik dan aku ingin sekali kembali melihatmu bermain. Apa kau tidak ada jadwal bermain lagi?”
Billy kemudian tersenyum menanggapi perkataan ayahnya.
“Ayah, apa di Jambi aku bisa mendapatkan job main? Bukankah ayah menyuruhku datang untuk melihat HF store. Kau bisa melihatku bermain setiap saat”.
“Benarkah, kalau begitu saat ini aku ingin melihatmu memainkan biola. Bagaimana?”, Haryanto senang sekali bisa kembali lebih dekat dengan anaknya
“Gak bisa ayah, kemarin aku hanya bawa satu biola dan kemarin rusak gak sengaja terbanting”, Billy menyesal sekali telah membanting biolanya kemarin.
“Kalau begitu kau harus segera membelinya, aku ingin sekali bisa melihatmu bermain.”
“Sepertinya memang harus begitu. Ayah,  aku ingin sekali memelukmu. Bolehkah?”, Billy memberanikan diri untuk mengatakannya.
Tanpa perlu berkata banyak, Haryanto langsung memeluk Billy. Entah sudah berapa lama ia tidak memeluk anaknya itu.
“Maafkan ayah ya nak.”
“Tidak ayah, Billy yang salah. Maafkan Billy.”

Itulah yang terjadi sore itu di kediaman Haryanto Putra. Awan-awan tampak menari-nari  menemani kebahagiaan mereka. Tak ada yang lebih indah daripada kebahagiaan bersama keluarga.


Sementara di panti Asuhan masih terlihat dua orang perempuan bermain bersama anak-anak panti. Mereka sangat menikmati pertemuan hari ini

*****

Kenapa aku mempercayai laki-laki itu, jangan-jangan dia mempermainkanku hari ini. Bertemu di HF Store kemudian menjelaskan tentang Jambi, Haahhh, sepertinya dia benar-benar mempermainkanku. Ini sudah pukul 09.30.
Tepat pukul 10.00 seorang pria itu turun dari sebuah angkot berwarna kuning dan segera menuju ke arahku.

“Maaf, telat dua jam. Aku tadi salah naik angkot. Padahal malamnya sudah belajar dengan bibik, masih saja salah. Ini pertama kalinya aku pergi seperti ini”, Billy tampak senang sekali dan tersenyum begitu indah.
“Sebenarnya apa yang terjadi, dimana mobilmu?, kenapa bisa salah, naik angkot apa kamu?”, Nisa penasaran sekali dengan apa yang dilihatnya.
“Hahaha, itulah bodohnya aku, Bibik bilang naik angkot besar berwarna biru dan berhenti sampai terminal. Setelah itu aku hanya tinggal berjalan sedikit atau naik angkot lagi selain warna merah dan hijau. Aku gak tahu kalau ada angkot biru besar punya dua jalur. Aku naik angkot yang salah dan ujung-ujungnya kembali ke rumah.  Setelah ditanyakan lagi kepada Bibik, baru aku tahu harus naik angkot biru besar tujuan pasar. Gak ada tulisan dan nomornya. Beda dengan Jakarta.”, Billy menceritakan kisah perjalanannya.
“Selamat ya, akhirnya nyampe juga. Sekarang kita mau kemana dan naik apa niy?”, Nisa bertanya tentang rute perjalanan yang direncanakan Billy.
“Keliling Jambi, aku mau memperlajari letak-letak kota beserta angkutan umumnya. Ya, naek angkot la, aku gak punya mobil lagi. Aku ini gak punya apa-apa, semuanya kan milik ayah.”, Billy langsung mengajak Nisa untuk naek angkot.
“Baiklah, kali ini kita naik angkot biru yang kecil. Angkot ini bisa menuju ke derah Telanai. Dibagi dua jalur ada yang ke arah kantor gubernur dan daerah karya. Kita naik saja dulu nanti aku jelaskan lagi”, Nisa memberhentikan sebuah angkot dan mereka pun segera naik.
Hari ini, Nisa menjelaskan berbagai sudut kota Jambi kepada Billy. Ia sangat senang sekali karena anak itu sudah memiliki banyak perubahan walaupun terkadang masih sering mengeluh. Untungnya hari itu, cuaca kota Jambi sangat bersahabat sehingga mereka bisa melakukan semua target-target tempat yang akan dituju.
“Nisa, kalau sudah belajar langsung seperti ini, aku tidak akan salah naek angkot lagi. Hari ini benar-benar senang”, Billy  kembali tersenyum dengan indahnya.
Setelah mereka memutari seluruh kota, mereka kembali menuju HF Store.
“Nisa, mana Hp mu, aku pinjam sebentar.”
Kemudian Nisa pun memberikannya. Billy mengetik beberapa nomor dan menekan tombol memanggil.
“Baiklah, aku akan menyimpan nomormu.  Terima kasih sekali hari ini dan besok datanglah ke HF Store, ada beberapa pengumunan penting, oke!”, Billy kemudian pergi meniggalkan Nisa sendiri dan memberhentikan angko biru besar sepertinya dia benar-benar sudah memahami angkotan umum kota ini.

Kenapa pada akhirnya selalu aku yang ditinggal, dasar aneh!!! Aku pun segera menyimpan nomornya Billy.
Hari ini adalah hari terakhir di tahun 2010, besok kita akan memulai tahun baru. Semoga di tahun depan aku bisa menjadi lebih baik lagi dari tahun ini. Pada malam harinya semua orang keluar mengadakan perayaan tahun baru dengan pesta kembang api dengan orang-orang terkasih. Aku lebih memilih untuk di rumah saja bersama mama dan Papa. Ada banyak sms yang telah diterima mengucapkan Happy New Year. Dan yang paling menggelikan adalah sms dari Billy

From: Billy
Happy New Year Nissa. Akhirnya aku naek angkot juga, makasiy ya, ketika pulang td ak mengulang kbli semua angkot dan aku sekrg bnr2 sdh mahir. Bsk di tes. Jgn lp dtg ke HF Store. Ak mau persiapan u besok niy J
Reply message
To: Billy
Wawww, aku jadi bangga bisa jadi guru yang baik u kamu. Semangat ya u besok dan Happy New Year.

“Tew, kamu gak tidur, mau keluar gak, yuk!!”, papa tiba-tiba saja masuk dan mengagetkanku.
“Iya pa, bentar Nisa ganti baju.”
Akhir tahun yang sangat spesial. Sambil pergi bersama orang tuanya, Nisa menulis di diarynya yang berwarna pink. Banyak hal yang ia lalui akhir tahun ini.

Akhir tahun yang begitu memorable. 2010 begitu spesial. Tahun peranjakan menuju kedewasaan yang sudah berdiri menyambutku di tahun-tahun selanjutnya.
Kak Rendi,  Children Fun City kita akan segera terwujud. Semoga dia bisa melaksanakannya seperti yang kita harapkan dulu. Kak, sampai saat ini perasaan ku masih sama selalu mencintaimu. Berbahagialah di sana kak Rendi dan aku akan terus berkarya memberikan yang terbaik di sini hingga saatnya tiba aku akan kembali menemanimu di sana.
To: Dewa Angin

Impianku adalah agar impian kak Rendi tercapai J

*******
1 Januari 2011
Tepat di HF Store semua orang sudah berkumpul untuk mendengarkan beberapa pengumuman yang akan disampaikan Billy Haryanto Putra. Semua orang khususnya para wartawan begitu penasaran terhadap keputusan Billy apakah akan meneruskan HF Store dan kelak mau menerima semua tugas yang mungkin akan segera diserahkan ayahnya. Tiba saatnya Billy berbicara

“Saya, Billy Haryanto Putra, hari ini ingin menyampaikan beberapa hal. Pertama saya ingin mengucapkan Happy New Year untuk seluruh masyarakat dan hari ini HF Store meberikan program diskon kepada kalian semua”, terdengar tepukan tangan dari masyarakat yang mendengarkan.

“Yang kedua, saya sudah akan memutuskan akan terus meneruskan HF Store dengan inovasi-inovasi baru ataupun pergantian nama nantinya. Dan yang ketiga yang terpenting. Mulai hari ini, saya, Billy Haryanto Putra, merupakan satu-satunya penerus semua usaha ayah saya, Haryanto Putra.”, Terlihat kebahagiaan di wajah ayahnya dan langsung saja ia memeluk anaknya itu.

“Terima kasih nak, kamu adalah Billyku yang terbaik”, Haryanto tak ingin melepaskan pelukan itu.
Setelah pengumunan itu usai, semua orang berkerumun mengejar diskon yang sengaja diberikan khususn untuk hari ini. Seorang perempuan terlihat bahagia sekali memandangi sekeliling HF Store.

Kakak, kita harus percaya suatu saat di tempat ini akan dibangun Children Fun City dan games You’re the best. Kaka, yang terpenting, HF Store telah ramai dikunjungi masyarakat. Semoga dia bisa membantu impian kita
To: Dewa angin
Tolong lindungi setiap langkah Billy dan berikan jalan agar ia bisa mewujudkan impian kak Rendi.
Aku pejamkan mata dan terbangkan pesawat kertas itu setinggi mungkin. Tiba-tiba saja seorang pria menghampirku dari belakang.

“Nisa, kamu lihat-lihat barang dulu ya, pilih saja yang kamu suka, khusus hari ini untuk kamu diskon 100%, aku ada urusan sebentar dan setelah itu biar aku antar kamu pulang naek angkot”, ternyata pria itu adalah Billy.
“Oke, baiklah, senangnya bisa dapat gratis hari ini, tetapi aku tidak menerimanya. Bagaimana bisa maju kalau selalu meberikan produk gratis kepadaku. Tetap harus bayar”, Nisa menolak tawaran dari Billy.
“Baiklah, nanti akan dibayar dengan uangku.’
“Bukannya kamu gak kaya lagi. Kalau aku mau beli ya pake uang sendiri.”, Nisa mengingatkan Billy bahwa ia d=sudah tidak kaya lagi.
“Iya, aku masih miskin sekarang, nanti saja setelah punya banyak uang, aku pergi sebentar ya”, Billy pun lalu meninggalkan Nisa dan menuju ke ruangan kerjanya yang baru.

“Pak, ini merupakan ruangan bapak di HF Store. Ini berkas-berkas surat lama dan berbagai informasi mengenai HF Store. Mungkin ada beberapa hal yang bisa bapak pelajari. Nama saya Andi, saya yang akan membantu bapak sehari-harinya.”, Seorang pria yang usianya sekitar tigapuluh tahunan itu memberikan penjelasan kepada Billy.
“Baiklah, terima kasih. Pak Andi bisa panggil saya Billy saja, usia kita lumayan jauh berbeda.”,

Billy kemudian mulai melihat beberapa surat-surat dan ia tertarik pada sebuah proposal  “Children Fun City”. Apalagi setelah membaca konsep yang ditawarkan, ia sungguh tertarik dengan proposal ini.

“Pak Andi, bolehkah saya bertanya tentang Proposal ini”, Billy langsung menanyakan hal tersebut kepada pak Andi.
“Itu adalah Konsep usaha yang dirancang pemilik HF Store sebelum diserahkan kepada pak Haryanto, sayangnya sebelum mempersentasikan konsep tersebut dia sudah keburu meninggal. Begitulah Billy sedikit ceritanya”, Pak Andi menjawab pertanyaan Billy.

Rendi Mubarok Alfarisi, putra Rizal Suryadiningrat, inik kan keluarga yang terkenal  yang beberapa kali pernah diceritakan ayah.. Kenapa mereka melepaskan HF Store. Spertinya HF Store menyimpan begitu banyak masa lalu. Aku bawa saja semua dokumen ini. Akan aku pelajari satu-persatu.  Billy semakin tertarik dengan dunia baru nya.

“Pak, aku bawa dokumen ini. Aku ada janji dengan teman dan besok kita akan mulai membahas program-program terbaru yang akan dibuat. Harap bantuannya dari bapak untuk kedepannya”, Billy pamit kepada pak Andi dan teringat Nisa yang sedang menunggunya.
“Baiklah Billy, sampai jumpa besok.”
Billy segera mencari Nisa sambil membawa beberapa dokunen yang harus dibacanya malam ini.

“Nisa, kamu tidak berbelanja. Baiklah, tolong bantu baw sebagian dokumen ini, berat sekali”, Billy pun menyerahkan sebagian dokumen yang dipegangnya kepada Nisa. Karena tak begitu kuat membawanya, dokumen itupun terjatuh sebelum sampai ke tangan Nisa.

Children Fun City, Ini proposal yang dibuat kak Rendi. Ya Allah, bukakanlah selalu jalanmu. Billy aku percaya sekali pada kemampuanmu.

Kenapa Nisa, kamu tertarik juga dengan proposal ini? Aku merasakan HF Store ini sungguh menarik. Aku akan membaca semua dokumen ini malam ini”, Billy senang dengan hari pertama nya bekerja.

Bukan hanya tertarik, ini merupakan impianku Billy. Aku sangat yakin sekarang pertemuan kita memang sudah direncanakan untuk hal ini. Kak Rendi pasti senang sekali dan nenek, nenek, impian Kak Rendi akan segera terwujud..

`to be continued.....