Selasa, 07 Desember 2010

Nissa: "Cinta ini untukmu" ****part six****

  Nissa segera berjalan mencari mesjid terdekat agar ia bisa sholat Zhuhur secepatnya. Dia ingat kalau di jalan Sultan Thaha jalan belakang taman air tempatnya beristirahat tadi. Dia melewati taman itu kembali untuk menuju jalan Sultan Thaha. Mesjid Furqan, mesjid tua yang selalu ramai dikunjungi. Di seputaran pagar mesjid ada banyak pedagang kaki lima menjajakan buku-buku islam dan baju-baju muslim. Suasananya seperti Mesjid Agung Palembang. Ini pertama kalinya Nissa sholat di mesjid ini. Dilihatnya seorang anak kecil berumur sekitar sepeuluh tahun mengintai sorang bapak yang baru saja keluar dari mesjid. Anak itu pura-pura terjatuh di hadapan bapak yang baru saja memakai sendalnya. Mlihat peristiwa itu, bapak pun menolog anak itu untuk berdiri dan saat itulah seorang temannya yang lain dengan sigap mengambil dompet yang terletak di celana bapak itu. Setelah melihat kejadian itu, Nissa segera mengejar anak laki-laki yang telah mencuri apalagi ternyata bapak itu belum juga menyadari dompertnya telah dicuri karena ternyata anak yang terjatuh itu menagalami luka di lututnya sehingga bapak itu terfokus membaersihkan luka anak tersebut. Dua langkah lagi nissa bisa meraih tangan anak itu, dipercepat larinya dan akhirnya dia bisa meraih anak itu kemudian ditahannya dengan sangat kuat.
            “Dek, serahkan dompet bapak tadi kalau tidak aku akan membawamu ke pos polisi”, Nissa menggertak anak itu.
            “Jangan mbak, ampun, saya lapar”, Anak kecil itu ketakutan sekali ketika Nissa berniat membawanya ke ps polisi/
            “Kamu lapar, seharusnya makan, bukannya mencuri”, Nissa segera mengambil kembali dompet yang dicurinya dan membawanya menuju bapak tadi. Tangan anak itu gemetar dan terasa dingin, mungkin ini pertama kalinya diamelakukan perbuatan seperti ini. Itu lebih baik sehingga setelah mendapatkan pelajaran hari ini, mereka tak akan mengulangi perbuatan ini lagi. Bapak itu masih saja membersihkan luka pada lutut anak yang terjatuh tadi. Kelihatannya anak itu terjatuh cukup kuat sehingga mengeluarkan banyak darah.
            “Ahmad, kamu terluka. Apakah sakit?” anak laki-laki yang mencuri tadi panik sekali ketika melihat temannya terluka. Dia langsung mengambil alih  bapak tadi untuk membersihkan luka. Kemudian anak itu menarik temannya yang bernama gandi dan membawanya lari menjauh dari Nissa dan bapak yang sempat ia curi dompetnya. Ketika telah keluar dari mesjid anak laki-laki itu berbalik arah dan menatap wajah Nissa dari jauh dengan mata yang berkaca-kaca kemudian dia merapatkan kedua tangannya menandakan permintaan maaf. Anak itu terlihat menyesal sekali. Setelah memberikan kode meminta maaf, anak itu segera berlari dan kali ini dengan menggendong temannya yang terluka karena temannya itu tak sanggup lagi berjalan.
            Bapak itu menjadi sedikit bingung dengan kejadian yang baru saja terjadi. Ia pun menyadarinya setelah Nissa mengembalikan dompetnya. Beberapa saat saling melihat mereka berdua pun saling tersenyum.
            “Nissa”, bapak itu terlihat akrab kepada Nissa.
            “Pak Haryanto”, Nissa membalasnya dengan sangat ramah. Nissa tak menduga kalau bapak itu adalah pak Haryanto. Sejak peristiwa awal tadi, Nissa memang tak bisa melihat wajah bapak itu sejak tadi.
            “Tak disangka kita bertemu kembali di tempat seperti ini. Terima kasih ya nak. Saya harus segea pergi sekarang. Semoga kita bisa bertemu lagi lain wakutu”, Pak Haryanto memasukkan kembali dompetnya ke dalam kantong celana dan berbalik badan menuju mobilnya. Nissa bisa melihat postur tubuhnya yang masih tegap walaupun sudah berumur lima puluh tahuna. Nissa menuju tempat Wudhu wanita kemudian memasuki mesjid untuk mendirikan sholat Zhuhur. Sebelumnya didahului dengan empat raka’at sholat sunah sebelum shalat Zhuhur dan empat raka’at sesudahnya. Seperti dari Ummu Habibah RA, ia bercerita; bahwa Rasulullah pernah bersabda:
“Barangsiapa shalat sunnah empat raka’st sebelum shalat Zhuhur dan empat raka’at sesudahnya, maka Allah akan mengharamkan dagingnya dari sentuhan api neraka.” (HR. Ahmad, At-Tiremidzi, Ibnu Majah, Abu Dawud dan Baihaqi)
Ada juga hadits yang mengatakan shalat sunnah Zhuhur itu ada enam raka’at, sebagaimana disebutkan hadits dari Abdullah bin Syafiq, ia berkata:
“Aku pernah bertanya kepada Aisyah tentang shalat Rasulullah, maka ia menjawab: Beliau mengerjakan shalat sunnah sebelum shalat Zhuhur empat raka’at dan dua rakaiat sesudahnya.” (HR. Muslim)
Ada juga riwayat yang menyebutkan, bahwa shalat sunnah Zhuhur ini ada empat raka’at. Hal itu didasarkan pada hadits dari Ibnu Umar RA, ia berkata:

“Bahwa shalat Rasulullah itu tidak pernah meninggalkan dua raka’at sebelum shalat Zhuhur, dua raka’at sesudahnya, dua raka’at setelah setelah Maghrib, dua raka’at setelah Isya dan dua raka’at sebelun shalat Subuh.” (HR. Ahmad dengan sanad jayyid)

          Hendaklah wanita Muslimah tidak pernah menentang shalat yang dikerjakan Rasulullah. Insya Allah, semuanya itu diperbolehkan. Terkadang Rasulullah mengerjakan dua raka’at dan terkadang empat raka’at. Ada pendapat yang mengatakan, bahwa beliau memperpendek shalat sunnah di mesjid yaitu hanya dua raka’at. Sedang di rumah beliau senantiasa mengerjakan empat raka’at.
          Pada kesempatan yang lain, beliau juga pernah mengerjakan dua raka’at di rumah, lalu berangkat ke mesjid dan mengerjakan dua raka’at. Karena itu, mungkin Ibnu Umar hanya melihat beliau mengerjakan dua raka’at di mesjid, akan tetapi tidak melihat beliau mengerjakan dua raka’at di rumah beliau. Sementara Aisyah pernah menyaksikan keduanya, di masjid maupun di rumah.
          Apabila wanita Muslimah mengerjakan shalat sunnah Zhuhur empat raka’at, maka ia diperbolehkan mengerjakannya dengan satu salam. Akan tetapi, yang lebih afdhal adalah setiap dua raka’at diakhiri dengan salam.*
Nissa selalu mengingat setiap ilmu yang ia dapat, apalagi ilmu agama yang merupakan dasar kehidupannya. Setiap ilmu itu diusahakan untuk di laksanakan. Karena ilmu yang ada tidak akan bermanfaat jika tidak diamalkan. Shalat merupakan salah satu rukun islam yang menduduki urutan kedua setelah syahadat. Secara etimologis, shalat berarti doa, sebagaimana difirmankan Allah SWT:

“Berdoalah untuk mereka, karena sesungguhnya doa kalian itu menjadikan ketentraman bagi jiwa mereka.” (At-Taubah: 103)

           Shalat lima waktu mampu membawa pelakunya berbuat adil dan mensucikan serta mendekatkan diri kepada Allah SWT, sebagai upaya mempersiapkan diri menghadapi kiamat kelak. Sebagaimana shalat juga mencegah pelakunya dari perbuatan keji dan mungkar. Dalam hal ini Allah berfirman:
“Dan dirikanlah shalat, sesungguhnya shalat itu mencegah pebuatan keji dan mungkar.” (Al-Ankabut: 45)
            Nissa selesai mendirikan shalat  dan memanjatkan beberapa doa, tiba-tiba saja ia teringat dengan wanita lusuh dan anak kecil yang mencuri tadi. Ia berpikir apakah mereka memiliki tempat tinggal dan tatapan mata anak kecil yang berkaca-kaca penuh penyesalan tadi sangat mengganggu pikirannya.

Seharusnya aku memberinya sedikit uang bukan malah membiarkannya pergi.Mungkin dia belum makan dan sangat kelaparan seperti wanita lusuh itu. Aku tadi begitu membenci sifat pelayan yang memaki wanita lusuh itu, namun aku sendiri telah menyakiti perasaan dua anak kecil itu. Ya Allah, jika aku dipertemukan dengan mereka kembali maka aku akan memperbaiki sikapku tgerhadap mereka.

        Nissa keluar dari mesjid dan hujan turun rintik-rintik. Para pedagang kaki lima mulai menutupi dagangan mereka dengan menggunakan atap plastik. Dalam perjalanannya mencari angkot, Handphonenya berbunyi.
            “Assalamu’aklaikum ma”, Nissa menyapa salam pada wanita yang sedang menelponya itu.
            “A’laikumsalam . Tew, mama dan papa pergi ke Medan seminggu ya nak. Barusan papa kamu mendapat telepon seorang teman kuliahnya dulu meninggal pagi ini. Mama tadi mau menelpon kamu agar segera pulang, tapi lupa karena sibuk mesan tiket berangkat. Gimana, kamu gak papa sayang. Mama dan papa sudah di bandara sekarang.” Mama menyampaikan berita mengejutkan itu dengan sedikit perasaan bersalah.
            “Apa ma, pergi ke Medan seminggu? Nissa sendirian di rumah?” Nissa seolah tak percaya dengan apa yang didengarnya.
            “Iya tew, siapa yang bisa menduga kematian seseorang. Dia itu sahabat terdekat papamu. Mama sudah membelikan makanan dan semuanya ada di kulkas. Seminggu saja, setelah itu kami segera pulang. O, ya tew, bunga mama jangan lupa disirima setiap pagi dan sore. Papa kamu juga pesan agar Ayamnya diberi makan tepat waktu. Tadi sudah ada lima telur di kandang. Kamu lihat ya, ada ayam yang sedang ngeram. Kamu kan sudah dewasa, harap bisa dimengerti ya nak.” Mama menjelaskan secara rinci hal yang tak boeh ia lupakan.
            “Iya ma, mama dan papa hati-hati di jalan, setelah seminggu, segera pulang. Jangan lama-lama di Medan. Nissa gak mau liburan sendirian di rumah”:, Nissa berusaha menjadi anak baik dan mengerti dengan agenda mendadak seperti ini.
            “Kamu memang anak baik. Hati-hati di rumah juga. Kami segera pulang setelah satu Minggu.” Wanita yang hanya terdengar suaranya saat ini segera menutup ponselnya.
            Pikiran Nissa berputar-putar memikirkan waktu seminggu yang akan ia habiskan sendiri di rumah. Hujan semakin deras, namun Nissa tidak membawa payung dan jalan menuju halte masih jauh. Nissa pun berlari dan mengangkat tangannya untuk menutup kepalanya dari hujan. Petir sudag muai bersahut-sahutan dan angin berhembus dengan kencang. Suasana siang itu mendadak gelap sekali. Tiba-tiba, ada sorang yang memanggil dan menghampirinya.
            “kak, Tunggu. Kalau hujan harus menggunakan payung. Kalau tidak kakak bisa demam.” Nissa sangat terkejut karena suara itu berasal dari anak kecil yang tadi mencuri dompet pak Haryanto.
            “Kamu, terima kasih ya. Teman kamu yang tadi terluka mana?” Nissa seakan bersyukur karena dipertemukan kembali dengan mereka.
            “Ahmad, dia adikku dan sejkarang di rumah. Saat ini saya ingin membeli makanan untuknya. Sebelumnya saya harus bekerja dulu untuk mendapatkan uang. Kebetulan sekali hujan dan kami mempunyai dua buah payung peninggalan mama di rumah. Ojek payung halal kakn kak?” Anak itu menatap wajah Nissa seolah mengingatkan kejadian beberapa saat lalu di mesjid Furqan. Nissa tersenyum dan berjalan berdampingan dengan anak itu.
            “Ibu kalian sudah meninggal? Sekarang kalian tinggal bersama siapa?” Nissa semakin tersentuh dengan nasib anak itu.
            “Kami yatim piatu kak. Sejak dua tahun lalu kami hanya tinggal berdua.” Anak itu menjelaskan
            “Berapa umurmu sekarang? Apa masih sekolah?” Nissa mengamati anak itu dan mencoba ikut merasakan penderitaan anak itu.
            “Aku berusia dua belas tahun dan adikku delapan tahun. Kami masih sekolah, aku kelas satu SMP sementara adikku kelas tiga SD. Untungnya, setelah ibu meninggal pemerintah sudah mengadakan program BOS jadi kami bisa bersekolah. Aku ingin merubah nasibku kak. Orang miskin seperti kami juga ingin maju dan menikmati hidup. “ Anak itu sungguh hebat dan mebuat Nissa terenyuh mendengarkannya. Nissa masuk ke sebuah rumah makan masakan padang yang ada dihadapannya sekarang. Dia memesan dua bungkus nasi dan diberikannya kepada anak itu. Anak itu sedikit terkejut dan kemudian menerimanya dengan tersenyum.
            “Terima kasih kak. Aku jadi sangat malu karena pertemuan pertama kita kau melihat aku mencuri”, anak itu menundukkan kepalanya.
            “Tidak apa-apa. Kau adalah anak yang hebat. Mungkin jika aku dalam kondisi sepertimu tidak akan bertahan selama dua tahun. Makanan ini untuk kamu dan adikmu. Rajinlah bersekolah dan jangan ulangi lagi perbuatan mencuri. Allah sudah memberikan rizki kepada setiap mahluknya dan kau harus berusaha mencarinya dengan cara yang halal. Sekarang pulanglah, adikimu pasti sangat ketakutan sendirian di hari hujan seperti ini. Payung ini untuk kakak saja. Anggap saja uang ini untuk membelinya” Nissa membarikan sedikit uang kepada anak itu.
            “Terima kasih kak.” Mata anak itu kembali berkaca-kaca dan mencium tangan Nissa kemudian berlari pulang untuk melihat adiknya yang pastinya masih kesakitan di rumah.
            “Anak kecil, tunggu. Siapa namamu?” Nissa seakan sadar ia belum mengetahui nama anak kecil itu.
            “Hasan kak, nama kakak siapa?” Anak itu balik bertanya.
            “Nissa, adik kecil. Kau bisa memanggilku kak Nissa”. Nissa melambaikan tangannya.
            “Assalamu’alaikum kak Nissa.” Anak itu meberikan salam kepada Nissa dan kembali berlari melawan hujan tanpa menggunakan payungnya. Kelihatan sekali dia sangat senang dan diungkapkan dengan menikmati hujan.
            “A’laikumsalam.” Nissa sangat senang karena hari ini dia bisa berbuat baik kepada dua orang anak yatim-piatu. Nissa kembali melanjutkan perjalanannya mencari sebuah halte untuk menunggu angkot  yang menuju rumahnya. Petir tidak lagi bersahutan dan angin kencang pun mulai menghilang. Namun, hujan masih turun sangat lebat. Tak ada motor yang berani melaju pada kondisi seperti ini. Semua orang berteduh sementara di dalam toko-toko kecil. Nissa pun akhirnya menemukan sebuah halte. Dia merasa sedikit heran karena semua orang yang berada di sana memandang sinis meuju ke satu arah. Nissa pun mencari sumber yang membuat mereka bersikap seperti itu. Matanya pun ikut tertuju kepada seorang wanita lusuh yang sedang berdiri di sebuah jalan raya memandang ke sebuah kafe yang berada di depannya. Dia terus berdiri di sana seakan tak perduli dengan hujan yang membasahinya dan kendaraan-kendaraan yang berlalu-lintas bisa saja menabraknya apalagi dalam hujan seperti ini pandangan pengemudi biasanya kabur. Tak ada polisi yang mengamankannya, sepertinya semua polisi ikut merayakan tahun baru sehingga tidak ada seorangpun yang bertugas hari ini. Para pengemudi yang merasa sangat terganggu dengan kehadiran wanita lusuh itu karena harus berhenti ataupun mengelakkan kendaraannya berkali-berkali memaki wanita lusuh itu dengan sebutan “Dasar Gila”. Bahkan ada yang mencolek, menyembur, sampai-sampai menghujatnya dengan kata-kata kotor. Melihat hal itu, Nissa segera menuju ke tempat wanita itu dan memayunginya karena pasti wanita itu sangat kedinginan sekali bermenit-menit berdiri di bawah hujan.
            “Mbak, kenapa berdiri di sini. Mbak sedang melihat apa? Nissa mencoba mengajaknya menuju ke tepi jalan.
            “Wanita itu hanya diam sambil melihat ke arah dua orang laki-laki yang berada di dalam kafe. Namun, wajah mereka tidak kelihatan dengan jelas dari arah luar. Wanita itu melihat ke arah Nissa dan kemudian perlahan-lahan berjalan ke tepi jalan raya. Sepertinya wanita itu mulai berbalik berjalan menuju halte untuk segera berteduh. Sepertinya wanita itu mulai menyadari kalau keberadaannya di tengah jalan raya telah mengaggu banyak orang. Nissa terus memayungi wanita itu. Ketika mereka tiba di halte, semua orang menutupi hidung mereka masing-masing dan memasang wajah sinis seakan mereka tak mau menerima kehadiran wanita itu. Wanita itu pun kemudian kembali berjalan melangkahkan kakinya sambil menundukkan kepala.
            “Mbak, apa punya tempat tinggal? Sekarang mbak mau kemana?” Nissa kembali bertanya dan terus memayungi wanita itu. Mendengar kata-kata Nissa wanita itu berhenti dan menjauh dari naungan payung gadis yang baru dikenalnya itu.
            “Bukankah tadi aku bilang kita berpisah saja saat di restoran itu. Kenapa kamu masih mengikuti saya? Kita tidak saling kenal sehingga tidak berhak untuk mengetahui urusan masing-masing.” Wanita itu sepertinya tidak biasa menerima kebaikan dari orang lain.
            “Mbak, aku tidak pernah mengikuti mbak. Semua yang terjadi ini hanya kebetulan. Aku juga tidak mengerti, tapi aku merasa mbak bukan wanita jalanan biasa. Apakah aku salah jika ingin berbuat baik kepadamu.” Nissa sangat yakin kalau wanita lusuh yang ia kenal ini tidak seperti yang lainnya. Ia memiliki pengetahuan yang tidak mungkin dimiliki oleh orang yang tidak berpendidikan.
            “Begini saja, mbak ikut aku pulang ke rumahku. Di rumahku mbak bisa mandi, membersihkan diri mbak dan beristirahat lebih layak. Apa mbak tidak menyadari semua orang yang berada di sekitar mbak menutup hidung mereka karena mbak seperti orang yang tidak pernah mandi.” Nissa tak tahu, tiba-tiba saja ia berani menawarkan rumahnya kepada orang yang baru ia kenal. Wanita itu masih tidak menggubris omongan Nissa dan terus berjalan tanpa tujuan.
            “Mbak, aku sendirian di rumah karena kedua orang tuaku sedang pergi ke luar kota. Jadi kamu bisa menemaniku. Aku takut tinggal di rumah sendiri. Di daerah rumahku sekarang sedang banyak beredar perampok tengah malam. Apa kau tidak mau menemaniku?” Nissa semakin tidak mengerti dengan kebraniannya mengajak orang asing menginap di rumahnya.
            “Apa kamu mempercayai orang asing sepertiku?” Wanita itu menghentikan langkah kakinya dan berbalik menatap seakan tak percaya dengan tawaran Nissa kepadanya.
            “Iya mbak, aku mempunyai feeling baik terhadap mbak. Bagaimana, apa mbak mau menginap di rumahku?” Nissa kembali bertanya.

            “Baiklah, saya menerimanya karena kamu sangat menginginkannya.” Wanita itu akhirnya setuju beristirahat di rumah gadisa muda itu. Apalagi dia memang sudah dua miggu tidak mandi dan hidup dengan layak. Mendengar jawaban wanita itu Nissapun tersenyum dan menghentikan sebuah taksi yang lewat di jalan itu. Nissa berpikir dua kali jika harus naik angkot bersama wanita ini. Bisa-bisa semua orang akan merasa sangat terganggu dan naik taksi sepertinya akan lebih baik.

***********

            Sebenarnya apa yang dilihat wanita lusuh itu di dalam sebuah kafe. Dua orang laki-laki yang wajahnya terlihat kabur tadi. Siapakah mereka berdua. Mari kita putar kejadian sejak wanita itu berpisah dari Nissa di retoran Taman Sungai Btanghari. Saat itu hujan belum turun dan cuaca masih bersinang terang. Wanita itu tiba-tiba saja ingin mengetahui berita hari ini setelah bertemu dengan seorang laki-laki muda yang mengetahu namanya Farah Reza, yang berati dia juga mengenal suamiku. Terutama setelah mengetahui bahwa laki-laki itu adalah Rian Mubarak Alfarisi, salah satu anak Rizal Suryadiningrat, ternyata dia seorang anaknya yang mangambil kuliah arsitektur dan tak disangka bisas merancang restoran itu sangat imajinatif. Wanita itu akhirnya menuju ke tempat pedagang kaki lima dan membaca sebuah koran.
            “Kamu bau sekali, cepat manjauh dari sini. Kamu bisa mebuat daganganku tidak laris. Ambil saja koran itu tapi cepat pergi dari sini” Pedagang kaki lima itu menghardik wanita itu. Mendengar makiannya wanita itu menatapnya tajam kemudian pergi menjauh. Tepat di pojok sebuah kafe, dia mulai membaca koran dan mencari berita yang ia inginkan. Dia mulai membaca halaman utama dan yang menjadi berita utama adalah berita mengenai HF Store.

HF Store, hari ini akan dipimpin Oleh Billy Haryanto Putra. Lalu bagaimana dengan kepemilikan sahamnya?
            1 Januari 2011, kepemimpinan HF Store akan diserahkan kepada Billy Haryanto Putra. Keputusan mendadak ini telah dibicarakan sebelumnya oleh tiga pemilik saham HF Store saat ini, yaitu Haryanto Putra sebesar 50%,  Lily Suryadiningrat sebesar 30%, dan 20%  milik Bayu Reza. Billy yang baru saja tamat dari sebuah universitas di Jakarta dipercayai memipin jalannya HF Store yang akhir-akhir ini memiliki banyak masalah dan diancam kebangkrutannya. Berita peralihan kepemimpinan ini telah beredar di masyarakat dan mereka sangat menanti dengan kebangkitan kembali HF Store seperti pada tahun 90-an.. (bersambung ke halaman 17)
Ketika hendak menuju halaman tujuh belas, wanita itu tertarik dengan sebuah berita yang berada di pojok halaman utama.


Bayu Reza akan mendirikan sebuah vila di salah satu sudut provinsi Jambi
            Tak ada yang pernah menduga, perkembangan Bayu Reza sangat pesat. Setelah berita kepemilikan HF Store sebanyak 15% akibat hutang perusahaan itu yang telah jatuh tempo, Bayu reza dikabarkan akan segera mendirikan sebuah Vila di salah satu sudut provinsi Jambi yang tempatnya masih dirahasiakan hingga sekarang. Kabarnya, biaya untuk mendirikan vila ini cukup besar senilai puluhan milyar rupiah. Arsitek yang akan digaet pun adalah Rian Mubarak Alfarisi, seorang arsitek lulusan salah satu universitas di Inggris yang terkenal setelah berhasil merancang Restoran Jambi 100% Indonesia yang sangat fenomena. Di balik kesuksesannya, tak ada yang banyak mengetahui kehidupan pribadinya. Berita kematian anak laki-lakinya yang berusia tujuh tahun yang kemudian berlanjut dengan kepergian istrinya setahun yang lalu belum terungkap. Tak ada yang berhasil mendapatkan berita tersebut karena kehidupan pribadi Bayu Reza yang sangat tertutup demi menjaga sebuah keprofesionalan kerja, begitulah prinsip salah seorang pengusaha yang saat ini sedang naik daun. (FKR)
            Setelah membaca berita mengenai Bayu Reza, wanita itu seakan teringat dengan masa lalunya. Betapa pahitnya dia harus menerima kematian satu-satunya anak yang ia miliki dan harus meninggalkan suaminya demi menghilangkan rasa bersalahnya. Ia pun terduduk di pojok kafe itu. Tak beberapa lama kemudian sebuah mobil melintas dan parkir di halaman kafe. Mobil itu sangat ia kenal. Mobil itu mirip sekali dengan mobil kenangannya. Sebuah Toyota Corola generasi kedelapan AE112,  mobil yang ia beli bersama suaminya dengan uang hasil usaha kecil rintisan mereka sebagai pusat agen perumahan yang kemudian mereka berhasil membangun perusahaan sendiri berkat kegigihan suaminya. Tahun 1995, merupakan tahun awal kesuksesan mereka. Keyakinan wanita itu terbukti, setelah seorang laki-laki yang kelihatannya seusia dengan wanita itu keluar dari mobil tersebut. Laki-laki berkumis yang perawakannya seperti seorang keturunan Jawa. Laki-laki itu segera masuk ke dalam sebuah kafe dan tidak melihat kalau ada seorang yang sangat ia kenal di pojok kafe tersebut. Wanita itu tidak menyangka bisa melihat laki-laki itu kembali di kota ini yang sama sekali tidak menyimpan kisah kenangan diantara mereka. Tak beberapa lama kemudian sebuah mobil yang jauh lebih modern dibandingkan mobil sebelumnya parkir di sebelah mobil tersebut. Laki-laki itu adalah Rian, seorang arsitek muda kreatif yang tadi mentraktir wanita itu makan siang di restoran penuh kreasi. Mereka duduk di meja yang sama. Wanita itu masih ingin melihat laki-laki berkumis tadi. Ia pun segera berdiri dan mendekati mobil yang penuh kenangan itu. Dia masih tak dapat melihat laki-laki itu karena tertutupi sebuah pola gelap sebagian kaca kafe. Ia pun mundur ke belakang hingga ia bisa melihat laki-laki yang berada di dalam kafe tersebut. Akhirnya, ia bisa melihatnya tepat di pertengahan jalan Raya. Namun, ia hanya bisa melihat bagian belakang kepalanya karena laki-laki itu duduk bertolak-belakang terhadap kaca depan kafe. Tak terasa hujan turun rintik-rintik dan semakin lama semakin deras. Wanita itu tak menyadari perubahan cuaca yang terjadi dan lalu-lintas yang kacau karena keberadaannya. Pandangan dan pikirannya tetap terfokus kepada seorang laki-laki yang sangat ia kenal. Tak menyadari telah berapa banyak pengemudi kendaraan yang memakinya hingga seorang gadis muda berdiri di sampingnya dan memayunginya.
            Cerita di atas adalah yang dialami wanita lusuh itu setelah berpisah dengan Nissa. Lalu bagaimana dengan Rian, laki-laki yang masuk ke sebuah kafe bersama seorang laki-laki lain yang ternyata sangat dikenal wanita lusuh itu. Sepertinya bagian cerita di dalam merupakan salah satu cerita penting dalam cerita ini. Sekarang kita mencoba sedikit memanjangkan telinga kita berusaha mendengar apa yang dibicarakan kedua laki-laki tersebut. Tepat setelah Rian memasuki kafe itu dan duduk di meja laki-laki berkumis itu. Setelah beberapa saat Rian duduk, percakapanpun dimulai.
            “Rian, bagaimana dengan rencana hubungan kerja kita kemarin. Tentunya kamu sudah memikirkannya. Apa kamu bersedia?” Laki-laki itu langsung menuju ke inti pembicaraan yang ia inginkan.
            “Saya belum bisa memberikan keputusan sebelum melihat lokasi tempat tersebut terlebih dahulu”, Rian menjawab pertanyaan laki-laki itu dan kemudian tak sengaja melihat seorang wanita lusuh berdiri di tengah jalan raya sedang melihat mereka. Ia sangat mengetahui alasan wanita itu memandangi mereka.
            “Kalau masalah itu, saya bisa mengajak kamu Sabtu ini ke lokasi. Bagaimana?” Laki-laki itu memberikan solusi kepada Rian. Rian tak segera memberi tanggapan kepada laki-laki itu karena pandangannya masih berarah kepada seorang wanita lusuh yang berada di luar dan hujan tiba-tiba saja turun sangat lebat. Ia ingin sekali menolongnya, namun ia sadar saat ini sedang dalam situasi yang tidak memungkinkan.
            “Rian, apa kamu masih mendengar saya?” laki-laki berkumis itu menyadari ketidakfokusan Rian.
            “Iya, coba ulangi lagi pak Bayu”, Rian kembali fokus ke situasinya saat ini setelah melihat kehadiran seorang gadis muda yang segera memayungi wanita itu.
            “Sepertinya anda sedang melihat sesuatu yang sangat menarik di luar sana”, laki-laki itu membalikkan badannya. Ia hanya melihat hujan yang sangat lebat dan dua orang wanita sedang menyebrangi jalan raya tersebut. Hatinya sedikit bergetar melihat salah seorang dari mereka, ia seperti merasakan sesuatu yang sangat hangat.
            “Tidak apa-apa pak Bayu, Saya hanya menyukai hujan. Ibu saya melahirkan saya ketika suasana hujan lebat seperti ini. Dan ada banyak hal bahagia yang terjadi dalam hidup saya dalam suasana hujan”, Rian mencoba mengalihkan kecurigaan laki-laki itu.
            “O, iya, hujan memang sangat menarik bagi sebagian orang.  Namun, sayangnya saya sangat tidak menyukai hujan terutama dengan kilatan dan petir-petir temannya hujan”, laki-laki itu seakan teringat masa lalu yang tak ingin ia ingat lagi.

  Siang itu hujan turun dengan sangat lebat. menggambar Petir dan kilat bergantian menghiasi alam. Sebuah keluarga tengah bermain bersama. Terlihat sang anak sedang berkonsentrasi merakit mainan robot yang baru dibelikan orang tuanya itu. Tiba-tiba sebuah petir menggertakkan bumi dengan suara yang begitu kuat. Anak itu terkejut dan memegang dadanya yang tiba-tiba sakit sekali.
“Ayah, Bunda, dada Gilang sakit sekali”, anak itu memegang dadanya dan meringis kesakitan
            “Kamu kenapa nak. Kamu terkejut mendengar suara petir? Sang Bunda pun mengelus-elus dada anak itu.
            “Bunda”, anak itu terlihat sulit sekali bernafas. Matanya terlihat begitu tegang menahan sakit. Melihat hal tersebut, ibunya pun langsung memeluknya dengan sangat kuat. Sang ayah juga terlihat cemas sekali melihat kondisi anaknya itu. Anaknya memang menderita penyakit jantung bawaan sehingga kondisi jantungnya sangat lemah sekali dan sangat dihindarkan terhadap situasi yang bisa mengagetkan ataupun menekan emosinya. Tak beberapa lama kemudian anak kecil itu tersentak dan langsung memejamkan matanya.
            “Gilang kamu kenapa sayang, gilang, gilang sayang, GILLAAANGGG!!!!!”....

           Teriakan wanita itu membuyarkan lamunan laki-laki berkumis itu. Wajahnya terlihat mengucurkan keringat dan tangannya pun ikut gemetar.
            “Pak Bayu, anda baik-baik saja?” Rian menjadi sedikit khawatir terhadap apa yang sedang menimpa laki-laki yang berada di hadapannya itu.
            “Oh, saya baik-baik saja”, laki-laki itu menjawab dengan gugup sekali. “Baiklah, tadi saya mengatakan saya bisa mengajak kamu ke lokasi tersebut pada hari Sabtu. Bagaimana?” Laki-laki itu berusaha kembali untuk fokus kepada masalah yang sedang dibicarakan.
            “Baiklah pak, kebetulan sekali saya tidak punya agenda khusus pada hari Sabtu, jadi saya rasa saran pak Bayu sangat bagus.” Rian menyetujui solusi dari salah satu relasinya itu.
            “Baiklah, saya sangat senang jika bisa bekerja sama dengan arsitek jenius seperti anda”, Laki-laki itu memuji kehebatan Rian.
            “Terima kasih pak bayu. Apakah bapak bisa menjemput saya besok. Saya tidak mengetahui rute perjalanan menuju daerah itu.”
            “Oke baiklah kalau begitu Rian, saya akan menjemput kamu di rumah jam tujuh pagi”, Laki-laki itu lagi-lagi segera memberikan solusi untuk setiap hambatan yang membuatnya ragu untuk bekerja sama dengan perusahaannya.

            “Baiklah pak, kalau begitu saya pamit pulang sekarang”, Rian menghabiskan minuman yang dipesannya dan segera keluar dari kafe tersebut. Laki-laki berkumis itu kemudian menarik nafas sedalam-dalamnya kemudian menghembuskannya dengan kuat. Setelah itu ia merebahkan kepalanya di atas meja. Ingin sekali dia melepas bayangan masa lalu yang tadi menghampirinya itu. Dari luar, tepatnya dari tengah jalan raya, seperti posisi wanita lusuh beberapa saat yang lalu, Rian bisa melihat dengan jelas pandangan ke dalam kafe. Seorang laki-laki dengan kepalanya tertunduk di atas meja. Hanya saja, ia tak dapat melihat wajah laki-laki tersebut karena membelakangi kaca kafe. Wajar saja wanita itu begitu menyukai berada di tempat ini sampai-sampai lupa akan bahaya yang sedang ia hadapi.

****
           Udara malam dingin menyelimuti hangatnya tubuh manusia. Seorang laki-laki tengah sibuk membaca dokumen-dokumen yang masih setengah menumpuk. Masih tersisa tiga peremmpat paper tray dan sudah banyak informasi yang ia dapatkan. Ia lihat sebuah jam dinding Ferrari, salah satu tim lomba balap internasional Formula one. Jam sudah menunjukkan pukul 23.30. Dia pun berdiri sejenak dan sedikit melakukan gerakan-gerakan kecil untuk menahan rasa kantuknya. Sejauh ini sudah banyak informasi yang ia dapat mengenai HF Store. Ia sangat bangga bisa bekerja sangat efektif seperti malam ini. Ia berusaha memahami informasi-informasi yang sudah didapt dan mencoba menyimpulkannya.
            HF Store, sebuah perusahaan kecil dengan wilayah keuntungan yang kecil. Akan tetapi, perusahaan ini dimiliki oleh para pengusaha ternama secara bergiliran. Sebenarnya apa yang terjadi dengan perusahaan kecil ini. Kisah pergantian kepemilikan ini terjadi setelah pecahnya grup Suryadiningrat pada tahun 2002. Pada tahun itu perusahaan ini berubah nama menjadi Rizal Store dengan 30% milik Ny.Suryadinigrat dan 70% milik Rizal. Setelah kematian Rizal pada tahun 2004, kepemilikan HF Store diberikan kepada Rifki, putra sulungnya sebesar 35%, Rian, putra keduanya sebesar 20%, dan Rendi, putra bungsunya sebesar 15%. Rizal Store telah berubah nama menjadi HF Store yang tgelah dipimpin oleh Rifki Mubarak Alfarisi sejak tahun 2003. Pada Tahun 2009, kepemilikan saham Rian dijual kepada Rendi karena dikabarkan Rian telah menyerahkan semua urusan bisnis keluarga kepada kedua saudaranya. Ia hanya ingin bekerja pada bidangnya, yaitu sebagai seorang arsitek, terbukti dengan restoran Jambi 100% Indonesia. Pada tahun yang sama, Rifki menyerahkan kepemimpinan kepada Rendi, juga 20% sahamnya dibeli oleh Haryanto Putra. Sempat muncul kabar bahwa dana penjualan saham tersebut digunakan untuk  memulai usaha baru miliknya sendiri. Suatu yang mengejutkan terjadi pada tahun 2010 yang mana HF Store memilik banyak hutang yang telah jatuh tempo yang mengharuskan Rifki dan Rendi menjual sebagian saham mereka kepada perusahaan milik Bayu Reza dan sisanya kepada Haryanto untuk bisa menebus hutang-hutang tersebut.. Beberapa hari kemudian Rendi pun meninggal. HF Store saat ini kembali menjadi sebuah perusahaan kecil yang kepemilikannya berada ditangan pengusaha-pengusaha ternama. Akan tetapi, hanya tersisa Ny.Suryadiningrat sebagai pemilik murni perusahaan itu. Tak ada lagi embel-embel perusahaan milik keluarga Suryadiningrat.
            Billy masih terus menyimpulkan mengenai kondisi HF Store sebelum kepemimpinan berada pada dirinya. Ia teringat dengan sebuah proposal Children Fun City milik Rendi. Ia sangat tertarik sekali kemudian ia membuka laptopnya untuk mengirimkan sebuah pesan email untuk seseorang yang sangat ingin ia temui saat ini. Setelah ia mendapat balasan dari orang tersebut, ia langsung melihat keluar jendela memandangi terangnya lampu-lampu jalanan pada malam hari. Dari kamarnya, ia bisa melihat kota Jambi dengan pandangan luas karena kamarnya berada di lantai empat ruko milik ayahnya. Sebenarnya rumah keluarga Haryanto dan pusat perusahaan mereka terletak di Jakarta. Kesuksesan seorang Haryanto adalah seorang penjual bunga dan merupakan pemilik perusahaan perhiasan dengan penjualan terbesar di Indonesia. Cabang-cabang perusahaan mereka hampir tersebar di seluruh Indonesia, termasuk di Jambi. Kompleks ruko mereka sekitar 100m sepanjang jalan raya. Terdiri dari toko bunga, toko perhiasan, sebuah kafe kecil, dan terakhir ruko untuk tempat tinggal mereka jika berada di Jambi. Ini adalah kedua kalinya Billy berada di Jambi setelah lima tahun yang lalu pembukaan cabang perusahaan mereka di kota ini. Hujan besar yang turun sejak siang tadi telah reda menjadi rintik-rintik yang tetesannya masih terlihat membasahi alam di luar sana. Billy sangat menyukai hujan gerimis yang turun di malam hari. Ia pun keluar dari kamarnya dan turun menuju jalan dimana terdapat banyak lampu jalanan yang menjadi penerang sepanjang jalan kompleks rukonya.  Billy segera memilih sebuah lampu yang ia yakini paling terang kemudian ia berdiri di bawah lampu tersebut. Berdiri di bawah lampu jalanan pada saat hujan gerimis turun dimalam hari, menengadahkan kedua tangan menangkap biasan-biasan cahaya yang jatuh dan merasakan rintik-rintik hujan yang mengenai hampir seluruh bagian tubuh, seakan ia menggelitiki hati di yang tengah terbuai dalam romantisme lampu jalanan. Udara malam yang dingin seakan telah diselimuti oleh hangatnya cahaya lampu. Tiba-tiba terdengar sebuah alunan biola dengan irama lagu James Blunt Tears and Rain. Seakan dia baru tersadar dari dunianya, Billy bisa merasakan alunan itu adalah nyata dan berasal dari arah dekatnya. Alunan itu berasal dari seorang laki-laki yang sedang memainkan biolanya dari teras ruko lantai empat, tepatnya berasal dari teras kamarnya sendiri. Laki-laki itu selesai memainkan biolanya dan melihat Billy yang masih berada di bawah lampu jalanan dengan tersenyum. Melihat hal tersebut, Billy dengan cepat menyusul keberadaan laki-laki itu.
            “Kau memang anak ibumu, di saat hujan seperti ini dia melakukan hal yang sama denganmu, berdiri di bawah lampu jalanan berusaha mendapatkan biasan-biasan cahaya yang jatuh. Kemudian ayah memainkan biola untuk mengalihkan perhatiannya karena ayah tak ingin ia sakit berdiri lama di bawah hujan. Ia pun mendekat ke tempat ayah, sama seperti yang kau lakukan saat ini”,  laki-laki itu terlihat sedih mengingat masa lalunya.
            “Ayah, kau memainkan dengan sangat bagus sekali dan ibu saat itu juga pasti memujimu seperti aku saat ini”, Billy mengangkat kedua jempolnya sebagai pujian terhadasp ayahnya.
            “Ini biola untukmu sebagai ganti yang telah rusak kemarin. Semoga ini bisa mebuatmu bahagia di saat kamu sedih karena ayah sering mengecewakanmu. Anggaplah ini sebagai pelampiasannya agar kau jangan pernah membenci ayah”, laki-laki itu memberikan biola tersebut kepada anak satu-satunya.

            “Ayah, kau adalah hal paling berharga dan tidak bisa digantikan oleh apapun, termasuk sebuah biola sekalipun. Baiklah sekarang giliran ayah yang mendengarkan kehebatanku memainkan biola.” Billy kemudian memainkan sebuah lagu Canon D Violin. Alunan musik itu telah menyejukkan kembali dua hati ayah dan anak yang sering memanas.

            ******

              Udara malam yang dingin juga menyelimuti tidur seorang laki-laki yang sudah dua tahun hidup sendiri tanpa istri dan anaknya. Hari ini, ia kembali diingatkan kepada masa lalunya. Suara petir setahun yang lalu telah merenggut nyawa anaknya yang membuat istrinya pergi meninggalkannya. Ia kemudian membuka sebuah kotak yang selalu terletak di atas meja kerjanya. Dalam kotak tersebut terdapat sebuah surat yang sangat berharga sebagai kata perpisahan dari istri tercintanya. Surat tersebut kembali ia baca. Setiap malam dia selalu membaca surat itu hingga membuat ia ingat satiap kata yang tertulis. Hal ini dilakukannya agar ia selalu bisa mengingat wanita yang paling dicintainya.

Untuk laki-laki terbaik
            Kasihku, sudah atu satu Minggu sejak kematian Ardi, buah hati kita. Aku sungguh kesepian tanpanya. Aku tahu kau juga sedih jika mengingatnya. Maafkan aku yang mungkin tak bisa menjaganya sejak mengandung hingga membesarkannya. Aku membuat kebersamaan kita tak bisa mempunyai generasi penerus. Aku tak bisa memberikan kebahagiaan lagi. Aku tak bisa lagi memberikan seorang anak untukmu. Kau tentu masih ingat bahwa dokter melarangku untuk hamil kembali karena bisa membahayakan janin yang akan dikandung.
Aku sangat mencintaimu sepanjang kehidupan ini. Kau adalah laki-laki pertama yang membuatku tersenyum, bahagia, dan kita bersama berjuang memperoleh kesuksesan bersama. Merasakan hidup bersamamu adalah anugerah terindah yang itu sudah sangat cukup bagiku. Melihatmu bahagia adalah kebahagiaan terbesarku kasih. Oleh karena itu, aku ingin sekali melihatmu bahagia sepanjang hidupmu. Kebahagiaan itu tidak bisa lagi kuberikan jadi aku memutuskan untuk membiarkanmu sendiri dan memulai hidup baru bersama orang yang bisa memberikanmu kebahagiaan itu. Maafkan aku kasih. Sungguh aku aku sangat mencintaimu dan buah hati kita yang sudah bahagia di tempat yang berbeda. Makan dan tidurlah tepat waktu. Aku akan selalu mendoakan kebahagiaanmu dari jauh.

Farah Gina Diensa
            Sesungguhnya kebahagiaanku adalah dirimu. Selamanya cintaku juga untukmu istriku. Semoga Allah mengizinkan kita untuk bertemu kembali.
            Laki-laki itu melipat kembali surat tersebut dan mulai menutup matanya untuk tidur berusaha melupakan sedikit masalahnya.
            Seperti merasakan suatu kontak batin, seorang wanita terbangun tiba-tiba teringat akan seseorang yang sudah setahun tidak bersamanya. Diapun mengusap kedua mukanya dan melihat jam sudah menunjukkan pukul 02.30 WIB. wanita itu kembali berbaring dan berusaha melanjutkan tidurnya kembali. Baru dipejamkan beberapa detik, ia kembali terjaga. Ia tidak bisa menutup matanya kembali. Wanita itu kembali berdiri dan kali ini masuk ke kamar mandi lalu mengambil Keheningan malam membuatnya khusuk dalam memanjatkan doa-doa kepada Allah SWT Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Setelah selesai sholat malam, wanita itu merasa jauh lebih tenang. Ia keluar kamar untuk berjalan sebentar. Ia menuju sebuah ruangan yang tadi siang sempat ia lihat. Sebuah ruang perpusatakaan keluarga rumah ini. Ruangan tersebut kira-kira seluas 6x12 m. Ada banyak lemari-lemari buku di dalamnya. Pada bagian tengah ruangan tersebut, terdapat sebuah meja besar disediakan untuk mebaca buku-buku tersebut. Dua buah lemari  menjadi pusat perhatian wanita itu. Lemari itu sangat unik karena berisikan koran-koran yang disusun secara rapi dan teratur berdasarkan hari, tanggal, bulan, dan tahunnya. Satu lemari memuat lima buah tingkatan rak. Ada dua buah lemari yang serupa. Mereka telah mengumpulkan dan menyusun koran-koran tersebut sejak tahun 2000. Lalu dimanakah koran pada tahun 2011. Mereka masih menaruhnya di ruang istirahat keluarga. Spertinya keluarga ini memiliki kebiasaan membaca. Koleksi buku-buku yang sangat bervariasi berdasarkan usia dan minat masing-masing. Wanita itu mengambil sebuah buku detektif Agatha Christie. Ia sudah lama sekali tidak melihat dan bisa membaca buku sebanyak ini. Sebuah langkah mengarah memasuki ruangan ini.
            “Mbak sudah bangun”, seorang gadis yang tadi memintanya untuk berada di rumah ini utnuk beberapa hari datang menghampirinya.
            “Iya sudah, tadi tiba-tiba saja terbangun. Kamu suka membaca koran-koran tersebut juga?” Wanita itu belum pernah melihat sebuah keluarga yang menyusun koran-koran mereka dengan sangat rapi.
            “Iya, begitulah mbak. Kami memang menyukainya”, gadis itu menjawab dan semaki membuat wanita itu terpukau.
            “Kalau begitu kamu tahu peristiwa penting pada tahun 27 Januari 2008?” wanita itu seperti menguji ingatan gadis itu.
            “Pada tanggal 27 Januari 2008, presiden Indonesia yang ke-2, Jenderal besar Soeharto meninggal dunia pada usia 86 tahun”, Nissa menjawab dengan sangat yakin sekali.
            “Tepat sekali”, wanita itu mengacungkan jempol tangannya untuk gadis itu. “Kemudian pada tanggal 27 Januari 2009, seorang mantan presiden suatu negara yang sangat terkenal meninggal pada usia 98 tahun. Siapakah tokoh ini?” Wanita itu kembali bertanya kepada Nissa.
            “Ramaswamy Venkataraman, presiden India ke-8 memerintah pada periode 1987-1992”, lagi-lagi Nissa bisa menjawabnya dengan sangat yakin.
            “Kamu memang anak pintar Nissa. Pertanyaan terakhir, pada tanggal 27 Januari 2010, sebuah peristiwa cukup menarik perhatian wartawan di kota Semarang. Apa kau mengetahuinya?” Wanita itu yakin kali ini gadis itu tidak bisa menjawabnya.
            “Waduh mbak, kalau dia bukan tokoh terkenal aku mana bisa jawab. Mbak ini bisa saja membuat pertanyaan. Aku mau sholat dulu nanti keburu shubuh”, Nissa mengelak dari pertanyaan tersebut dan kembali ke kamarnya meninggalkan wanita tersebut.
            Tidak akan ada yang mengingat peristiwa pada hari itu kecuali aku dan dia. Wanita itu tersenyum lirih dalam hati dan kembali membaca novel Agatha Christie yang tadi diambilnya.

to be comtinued.............

Tidak ada komentar:

Posting Komentar